Minggu, 10 Oktober 2021

Tanda dan Makna dalam Tipografi

Orang-orang mulai menyadari bahwa tipografi lebih dari sekadar rangkaian huruf-huruf. Walaupun demikian, menjalaskan hal tersebut tidak selalu mudah. Banyak yang telah berusaha menjabarkan pengalaman seseorang ketika memaknai sebuah karya tipografis. Pembagiannya umumnya meliputi pemaknaan bahasa, yakni kata-kata yang tertulis dengan sebuah karya tipografis, dan pemaknaan rupa, yang relatif lebih jarang, yakni nuansa rasa yang ditangkap dari perbedaan bentuk rancangan huruf.

Akademikus dan praktikus mungkin memiliki istilah-istilah yang berbeda untuk menamai dua hal tadi. Perbedaan-perbedaan ini dapat dimaklumkan sebab penulis dan perancang yang bersinggungan dengan bidang tipografi tumbuh dari berbagai latar belakang: juru cetak, desainer grafis, pengamat, seniman leter, semiotikawan, atau pakar komunikasi. Ragam istilah yang lahir pun bermacam-macam dengan arti yang mirip-mirip atau sedikit berbeda.

Surianto Rustan dalam Huruf Font Tipografi (2010) menggunakan perumpamaan tubuh/fisik dan jiwa/non-fisik untuk menggambarkan dua ranah pemaknaan tipografi ini. Aspek tubuh berkutat pada bentuk, anatomi, dan segi optis huruf, sehingga pemaknaannya bersifat rasional, objektif, dan umum. Sementara itu jika ditelisik dari aspek jiwa, huruf dilihat sebagai hal yang memiliki kepribadian, seperti feminin atau maskulin, serius atau main-main dan lain sebagainya. Hal ini membuat pemaknaan bentuk huruf bersifat naluriah, subjektif, dan personal.

Istilah serupa juga digunakan oleh Gavin Ambrose dan Paul Harris dalam The Fundamentals of Graphic Design (2009). Di sana, Ambrose menggunakan istilah makna denotatif untuk menyebut aspek visual yang dapat dipahami secara langsung dan umum; serta makna kognitif untuk menyebut aspek visual yang hanya dapat dipahami jika pemirsanya membawa pengetahuan tentang bentuk huruf tertentu. Makna kognitif melampaui makna denotatif yang gamblang dan dasar. Dalam kajian linguistik, istilah denotatif sering disebut sebagai makna kamus atau makna pertama, sedangkan untuk menyebut makna selanjutnya atau makna tambahan digunakan istilah konotatif. Pemaknaan pertama dan pemaknaan kedua pada karya tipografis ini sebenarnya bisa sejalan dengan konsep denotasi dan konotasi yang akrab dalam keilmuan bahasa.

Sementara itu, Bellantoni dan Woolman dalam Type in Motion – Innovations in Digital Graphics (2000) membagi pemaknaan karya tipografis menjadi dua jenjang, yakni citraan kata “word image” dan citraan tipografis “typographic image”. Citraan kata berhubungan dengan sisi kebahasaan dari sebuah karya tipografis, sedangkan citraan tipografis berfokus pada pemaknaan kesan bentuk huruf. Pendapat ini menarik karena telah menyadari hubungan kepaduan antara teks dan gambar, namun ia belum memberikan ruang bagi dua tingkat pemaknaan pada masing-masing unsur pembentuknya. Dalam artian, baik aspek bahasa dan aspek rupa dari karya tipografis sama-sama memiliki potensi untuk dimaknai secara denotatif dan konotatif.

Menerangkan hubungan dwitunggal antara bahasa (text) dan rupa (image) pada sebuah karya tipografis adalah hal pertama yang harus dipertimbangkan sebelum mencoba memaknai tipografi secara denotatif dan konotatif. Tipografi hakikatnya terdiri dari segi kebahasaan dan segi kerupaan yang masing-masingnya memiliki potensi makna denotatif dan konotatifnya tersendiri. Baik keduanya maupun salah satunya dapat digali berdasar keperluan dan pengetahuan orang-orang yang melihatnya.


Denotasi dari sebuah karya tipografis (segi kebahasaan) adalah makna harfiah kata atau kalimat itu sendiri, sementara konotasinya adalah pertambahan makna yang dirasakan pembaca terhadap pernyataan tersebut. Hal ini biasa dibahas dalam ranah linguistik dan sastra. Pengkajian puisi dan novel, sekalipun sesungguhnya melakukan pembacaan terhadap karya tipografis berupa buku cetakan, mengeliminasi kemungkinan pemaknaan dari sisi rupawi bentuk huruf yang dipakai. Tidak peduli sebuah puisi dicetak dalam Georgia atau Verdana, makna bahasanya adalah satu-satunya yang berkepentingan.


Perbedaan rancangan berbagai glif 'a' dapat dimaknai secara denotatif hanya sebagai grafem 'a' saja.

Sedangkan denotasi pada sebuah karya tipografis (segi kerupaan) adalah sesusunan glif-glif beserta fitur-fitur tipografisnya yang menurut penglihatan manusia dikenali sebagai aksara. Pengalaman ini menjadi kian jernih ketika kita menemui teks dalam aksara yang tidak bisa kita baca dan bahasa yang tidak kita ketahui, semisal saat melihat tulisan beraksara Malayalam atau Rusia. Kenyataan visual yang kita tangkap ketika melihat teks tersebut adalah aspek denotasi dari segi kerupaan dalam sebuah karya tipografis. Sementara itu, aspek konotasinya adalah pertambahan makna akibat pengamatan lanjutan terhadap penstiliran aksara baik secara satu per satu hurufnya maupun keseluruhan rangkaian pada konteks tertentu. Perbedaan-perbedaan ragawi antara fontasi Comic Sans dan Bodoni, misalnya, dapat memantik makna yang berbeda pula sekalipun digunakan untuk menuliskan rentetan huruf-huruf yang sama. Hal inilah yang membuat fontasi kerap dianggap memiliki kepribadian yang beraneka rupa bahkan sebelum digunakan untuk menuliskan kata-kata.

Hubungan antara aspek kebahasaan dan kerupaan dalam tipografi akan dianggap selaras ketika makna kebahasaan berhasil dipertegas dengan penggunaan gaya tipografi tertentu yang dianggap sesuai. Kesesuaian ini kebanyakan didasari oleh metonimia, yakni bagaimana suatu gagasan berhubungan dengan gagasan lain yang dianggap dekat atau sekelompok. Misalnya, tipografi rumah makan Padang dirancang sedemikian rupa sehingga mirip dengan bentuk rumah gadang dengan kedua ujungnya yang lancip. Rumah gadang adalah metonimia dari gagasan tentang budaya Minangkabau secara keseluruhan. Contoh lainnya lagi, tipografi promosi pariwisata Wonderful Indonesia dirancang dengan luwes tanpa potongan-potongan tajam. Keluwesan bentuk huruf ini bisa dimaknai sebagai kehalusan, yaitu metonimia dari gagasan ideal (pariwisata) Indonesia yang ramah dan lemah lembut.

Ironi akan tercipta ketika aspek kebahasaan dan kerupaan dalam karya tipografis dianggap tidak selaras. Sebagai contoh, pesan cinta bertuliskan ‘Aku sayang kamu’ tetapi disetel dengan fontasi Chiller yang bernuansa seram; atau jersi olahraga tetapi menggunakan fontasi Chopin Script yang halus dan melekuk-lekuk. Meski pada umumnya hal ini akan membuat kebingungan dan kesalahpahaman dalam menangkap pesan yang akan disampaikan, ironi dalam tipografi dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan pesan yang sengaja digunakan untuk menantang konstruksi sosial atau tren arustama. Sebagai contoh, banyak kelompok musik metal menggunakan gaya huruf patah (blackletter) yang sesungguhnya berasal dari dunia tradisi agama Katolik. Hal ini mungkin bisa dimaknai sebagai upaya mendobrak, sekaligus mendesakralisasi, simbol-simbol agama.

Pemaknaan konotatif seringkali ditekan dalam keperluan teks yang lebih panjang, seperti buku atau koran, atau teks yang dicetak dalam ukuran lebih kecil, seperti label nilai gizi dan instruksi pemakaian; tulisan dikembalikan ke fungsinya yang paling dasar, yakni hanya untuk dibaca. Meskipun demikian, jika kita melihat pada cakupan yang lebih luas, segi konotatif dari karya tipografis tidak bisa benar-benar diabaikan. Utamanya ketika berurusan dengan dunia pencitraan merek, divisi seni kreatif di balik perusahaan-perusahaan besar memikirkan matang-matang jenis huruf apa yang akan mereka pakai. Huruf, sampai pada tahap tertentu, turut menunjang kepribadian korporat yang sengaja disusun sedemikian rupa sebelum ditampilkan ke hadapan publik.

Sejumlah desainer huruf diketahui berlomba-lomba untuk menciptakan fontasi-fontasi yang dianggap netral, kering akan kepribadian, seperti Helvetica atau Univers, untuk melayani keperluan pragmatis umat manusia untuk membaca, tanpa agenda memaknai perbedaan dan penggayaan bentuk-bentuk hurufnya. Lantas apakah kemudian upaya ini berhasil? Pada kurun waktu tertentu barangkali iya, tetapi nantinya juga tidak akan bisa melepaskan diri dari jerat pemaknaan konotatif. Huruf-huruf yang dibuat akan tertaut minimal dengan era saat huruf tersebut diciptakan. Helvetica dan kawan-kawan sezamannya yang digadang-gadang menjadi huruf modern yang tak bakal lekang oleh waktu, baru-baru ini juga mulai tergeser dengan banjirnya huruf-huruf nirkait bergaya geometris. Apa yang baru kemudian membuat apa yang lama tidak lagi dipandang sama. Mengganti logo Google dan Spotify pada hari ini dengan Helvetica misalnya, tidak lagi akan dianggap semodern pertama kali huruf ini diperkenalkan.

Denotasi dan konotasi adalah dua sisi yang berbeda dari satu koin yang sama. Jika seseorang tidak membalik koin tersebut tidak berarti sisi yang lain tidak berwujud. Memaknai tipografi mungkin sedikit sukar bagi mereka yang tidak berkecimpung di bidang desain atau tidak biasa mengamati visual-visual yang remeh-temeh, namun menangkap rasa yang ditimbulkan dari melihat tipografi berlangsung begitu cepat dan seseorang tidak harus membahasakannya terlebih dahulu untuk memahaminya.

Selasa, 14 September 2021

Reka Bentuk Otomatis di Birdfont untuk Fontasi Pertama Anda

Birdfont merupakan salah satu peranti lunak pembuatan fontasi yang tersedia di mayantara. Peranti ini mendukung beberapa format, yakni TTF, OTF, dan fontasi berbasis SVG. Alat yang tersedia bebas melalui situs web birdfont.org ini terbilang cukup mudah dan mungkin akan membantu membuat fontasi pertama Anda yang unik dan simpel.

Selain memiliki fitur gambar langsung di area kerja, Birdfont juga memungkinkan penggunanya untuk menghasilkan fontasi dari olahan gambar kertas. Rancangan huruf di atas kertas dapat direka bentuk (tracing) sehingga menghasilkan grafis jenis vektor sehingga dapat diolah lebih lanjut menjadi sebuah berkas fontasi. Simak langkah-langkahnya berikut ini:

1. Mempersiapkan Gambar
Hal pertama yang Anda harus lakukan adalah menggambar huruf di secarik (atau beberapa carik) kertas putih. Gambaran huruf yang Anda torehkan di kertas haruslah memenuhi beberapa persyaratan agar nantinya memudahkan proses reka bentuk, di antaranya adalah:

  • Huruf harus digambar dalam ukuran yang memadai, tidak terlalu kecil.
  • Sediakan jarak antarhuruf yang cukup, jangan ada tumpang tindih atau persinggungan antarhuruf yang digambar, pastikan setiap huruf terpisah satu sama lain.
  • Huruf harus digambar dalam kepekatan yang tinggi, semakin hitam pekat semakin bagus. Maka, gunakanlah peralatan seperti pena kaligrafi, spidol hitam, tinta bak dll. yang memudahkan Anda menghasilkan blok hitam yang sempurna, dengan catatan jangan sampai tinta menjadi luber.
  • Hapuslah sketsa pensil yang mungkin tertinggal secara bersih
  • Hindari kerumitan yang berlebihan, seperti hiasan keriting dan jumbai-jumbai, kecuali Anda gambar dalam ukuran yang lebih besar lagi. Semakin detail desain hurufnya, semakin memerlukan ukuran yang besar agar menghasilkan pindaian sempurna.

2. Memindai Gambar
Proses pemindaian gambar dapat dilakukan dengan mesin pemindai (scanner) ataupun difoto melalui ponsel dengan aplikasi pemindai. Kamera yang mampu mengambil gambar dengan mutu tinggi juga bisa digunakan. Perhatikan pencahayaan ketika mengambil gambar agar terhindar dari adanya bayangan yang menimpa atau timbul pada bidang kertas. Anda mungkin perlu mengedit hasilnya melalui program pengolah foto terlebih dahulu untuk hasil foto yang lebih berkontras tinggi.

3. Membuka Birdfont
Area kerja Birdfont (gambar terlampir), setelah mengeklik tombol 'new font' di pilihan kiri atas, terdiri dari bilah kiri yang berisi tombol-tombol alat dan area utama yang berisi kotak-kotak karakter. Di area inilah Anda akan berkesenian dengan fontasi bikinan Anda sendiri. Sebelum beranjak ke mana-mana, alangkah lebih baik untuk menyimpan berkas terlebih dahulu dengan mengeklik tombol burger (kanan atas)  🠚 File 🠚 Save; pada jendela munculan, pilih tempat di mana berkas Anda akan disimpan, lalu beri nama berkas Anda dan OK.

Tampilan muka area kerja Birdfont.

4. Memasukkan Gambar
Berkas gambar huruf yang telah Anda persiapkan kini akan dimasukkan ke dalam Birdfont. Caranya, klik tombol burger di bagian kanan atas 🠚 Import and export 🠚 Import background image. Sekarang, layar Anda akan menampilkan area kerja di tab 'backgound image'. Selanjutnya, di bilah kiri, klik pilihan 'add' untuk menambahkan gambar huruf yang telah Anda persiapkan sebelumnya. Setelah terbuka tampilan area kerja Anda akan seperti ini:

Gambar hasil pindaian Anda berhasil masuk ke Birdfont.

 5. Menyesuaikan Tinggi Huruf
Berkas pindaian Anda mungkin terlalu kecil atau terlalu besar untuk diolah menjadi fontasi. Untuk memudahkan pengukuran yang lebih seragam, Anda harus menyesuaikan terlebih dahulu tinggi huruf dan karakter dalam pindaian Anda dengan tinggi garis dasar dan garis atas yang disediakan pada area kerja. Untuk memperbesar dan memperkecil berkas pindaian, gunakan tombol 'move, resize and rotate' di bilah kiri atas. Untuk mengubah letak garis bantu, seperti garis dasar dan garis atas, klik dan geser arah panah di ujung kanan/kiri garis bantu; garis ini akan berimbas ke seluruh kotak-kotak huruf.

Menyesuaikan ukuran huruf dengan posisi garis dasar dan garis atas.

6. Menghubungkan Huruf
Langkah selanjutnya setelah menyesuaikan tinggi huruf dengan garis bantu adalah menandai setiap huruf dan karakter yang sudah digambar sehingga terhubung dengan masing-masing kotak yang mewakilinya. Hal ini dilakukan dengan mengeklik tombol 'select background' pada bilah kiri atas, lalu lingkupi area huruf yang dimaksud (gambar 1), setelah dirasa sesuai dan tidak bersinggungan dengan huruf lain, klik dua kali pada area tersebut. Huruf yang telah berhasil diisolir (gambar 2) dihubungkan dengan kotak karakter yang diwakilinya. Caranya, pilih 'select glyph' pada bilah kiri bawah, lalu pada bagian 'character set' pilih 'default' (bilah kiri atas). Setelah muncul set karakter, klik dua kali pada kotak huruf yang mewakili karakter yang telah dipilih sebelumnya. Dengan demikian, satu gambar huruf Anda sekarang telah terhubung dengan satu kotak karakter (gambar 3). Ulangi langkah ini hingga keseluruhan huruf terhubung dengan kotaknya masing-masing.

(1) Menyeleksi area huruf. (2) Huruf telah terseleksi. (3) Huruf telah terhubung
dengan kotak yang mewakili, terlihat huruf atau karakternya di bulatan merah.

7. Melakukan Reka Bentuk Otomatis
Setelah seluruh gambar huruf Anda tarhubung dan tampil di masing-masing kotak karakter, langkah selanjutnya adalah melakukan reka bentuk otomatis yang akan mengubahnya menjadi grafis vektor. Langkah pertama, Anda buka tab 'Overview' dan klik dua kali pada huruf atau karakter yang akan divektorkan. Begitu tab baru terbuka, klik tombol 'Move, resize and rotate' untuk mengaktifkan gambar latar belakang. Sebelum melangkah lebih lanjut, pada tahap ini Anda bisa melakukan pengaturan posisi, ukuran dan kemiringan huruf jika dirasa diperlukan. Tahap selanjutnya, klik tombol 'High contrast' di bagian 'Background tools' untuk memperdalam kontras gambar huruf Anda. Setelah itu, klik tombol 'Autotrace background image' untuk mengubah gambar latar belakang tadi menjadi grafis vektor. Gambar huruf yang telah divetorkan ini akan menimpa gambar latar belakang Anda. Supaya tampilan tidak tumpang tindih, klik tombol 'Show/hide background image' untuk menyembunyikan latar belakang. Hore! Anda berhasil memvektorkan satu huruf!

8. Merapikan Nodus Vektor
Hasil reka bentuk otomatis atau autotrace pastilah kurang rapi. Oleh karena itu, Anda perlu merapikannya secara manual dengan menggunakan alat 'Move control points' paa bagian 'Drawing tool' masih di bilah kiri. Pada tahap ini, tampilan huruf akan berubah menjadi bentuk garis dan titik-titik. Titik-titik yang juga dikenal dengan istilah nodus ini dapat dimodifikasi sedemikian rupa sehingga mempengaruhi bentuk huruf. Anda bisa menghapus, menambahkan, dan mengedit nodus serta lengan-lengannya untuk merapikan bentuk huruf yang Anda rancang.

Hasil reka bentuk otomatis yang masih memiliki banyak nodus (kiri)
dan setelah nodusnya dikurangi atau disederhanakan (kanan).

9. Mengatur Lebar Huruf
Jangan lupa untuk mengatur lebar kanan-kiri huruf. Hal ini dapat dilakukan dengan mengubah posisi garis bantu kanan dan garis bantu kiri yang tertera pada layar. Garis ini akan menentukan interaksi huruf dengan huruf lainnya ketika fontasi Anda sudah siap digunakan untuk menulis atau mengetik sesuatu. Untuk memeriksa sebagian atau keseluruhan lebar dan jarak huruf ini, Anda dapat membuka tab 'Spacing' dengan mengeklik tombol burger di kanan atas 🠚 Spacing and kerning 🠚 Show spacing tab.

10. Menyimpan dalam Bentuk Fontasi
Setelah mengulangi tahap 7, 8, dan 9 untuk setiap huruf dan karakter yang Anda punya, maka tahap selanjutnya adalah mengekspor desain Anda ke dalam format TTF. Langkah-langkahnya, pertama klik tombol burger di kanan atas 🠚 Import and export 🠚 Export fonts. Begitu tab 'Export settings' terbuka, isi kolom nama dengan nama fontasi yang Anda kehendaki, lalu klik pilihan format TTF. Sebelum mengekspor, Anda juga bisa melengkapi deskripsi fontasi lewat tombol 'Name and description' yang berisikan rincian informasi lisensi, nomor versi, nama pemegang hak cipta, dan lain-lain. Setelah semuanya tepat, klik ekspor untuk menghasilkan fontasi berformat TTF Anda. Selamat! Fontasi pertama Anda sudah siap dipasang dan dipakai di komputer!


Minggu, 22 Agustus 2021

Situasi Baybayin

Pada 24 Agustus 2020 silam, peremajaan terowongan lintas bawah pejalan kaki Lagusnilad di Manila, Filipina, dinyatakan selesai dan terbuka untuk umum. Pekerjaan ini merupakan bagian awal dari proyek besar penanggulangan banjir, gelandangan, dan keamanan di kawasan Lawton.

Sejumlah papan petunjuk dwiaksara di lintas bawah pejalan kaki Lagusnilad di Manila [sumber foto Justinne Punsalang].

Menariknya, selain dihiasi dengan beragam mural dan interior yang memukau, lintas bawah ini dilengkapi dengan papan petunjuk dwibahasa dan dwiaksara. Pemerintah Kota Manila memperkenalkan penggunaan salah satu aksara prapenjajahan Spanyol, yaitu aksara Baybayin ᜊᜌ᜔ᜊᜌᜒᜈ᜔, untuk menuliskan informasi berbahasa Tagalog di samping aksara Latin yang digunakan untuk menyajikan informasi berbahasa Inggris. Misalnya, LRT1 Central Station [bahasa Inggris beraksara Latin] didampingi LRT1 Sentrong Istasyon [bahasa Tagalog beraksara Baybayin] atau Manila City Hall [bahasa Inggris beraksara Latin] didampingi Bulwagan ng Lungsod ng Maynila [bahasa Tagalog beraksara Baybayin].

Langkah pelestarian dan pengenalan budaya keberaksaraan ini bukan yang kali pertama di Manila. Pada September 2019, deret aksara Baybayin serta gambar-gambar bersejarah ditempelkan pada kaca kereta LRT-1. Para pelaju Metro Manila dapat mempelajari aksara Baybayin kembali sambil menunggu stasiun pemberhentiannya.

Stiker edukatif beraksara Baybayin di jendela gerbong [sumber foto Inside Manila].

Kendati demikian, kebijakan ini bukan berarti mulus tanpa sanggahan. Baybayin adalah aksara turunan dari aksara Kawi yang digunakan secara luas di pulau Luzon untuk menuliskan utamanya bahasa Tagalog pada abad ke-16 dan 17, sebelum kemudian tergantikan oleh aksara Latin. Karena jarak zaman yang cukup jauh itu, sebagian masyarakat Manila menganggap Baybayin adalah sesuatu yang asing. Kritikan banyak berkutat pada segi kemanfaatan aksara Baybayin sendiri dalam kehidupan masyarakat Filipina modern. Fakta bahwa kebanyakan orang Manila saat ini sebenarnya tunaaksara Baybayin membuat masyarakat berpendapat bahwa papan tanda beraksara Baybayin tersebut tidaklah lebih dari sebuah pertunjukan belaka, tanpa ada kegunaan yang nyata. Dokumen hukum, buku-buku, tidak dicetak dalam aksara Baybayin. Lebih-lebih, aksara Latin yang kini dipakai dianggap lebih tepat dalam menuliskan bunyi bahasa daripada aksara Baybayin. Aksara Baybayin tidak membedakan karakter untuk bunyi E dan I, bunyi O dan U, dan bunyi D dan R, sehingga penggunaannya mungkin malah akan membingungkan pembaca.

Selain itu, Baybayin dianggap terlalu dipaksakan untuk mewadahi kepentingan nasionalisme yang Manila-sentris, Luzon-sentris, atau Tagalog-sentris; sementara mengesampingkan aneka aksara pribumi lain di sekujur Kepulauan Filipina. Melestarikan Baybayin seyogianya diimbangi dengan perhatian yang sama besarnya untuk aksara-aksara lain di Filipina, seperti aksara Kulitan di Pampanga, aksara Kurdita di Ilocos, aksara Hanunuo dan aksara Buhid di Mindoro, aksara Tagbanwa di Palawan Utara, aksara Basahan di Bikolandia, aksara Badlit di Bisaya, aksara Jawi di Sulu, dan aksara Kirim di Mindanao.

Meskipun begitu, sejumlah pihak mengampanyekan wacana bahwa Baybayin bukanlah istilah yang eksklusif, melainkan adalah istilah payung, sebuah hipernim, untuk segala bentuk aksara Brahmik di Kepulauan Filipina. Hal ini lantas membuat penyebutan aksara-aksara Filipina misalnya menjadi Baybayin Kulitan, Baybayin Badlit, dan Baybayin Hanunuo. Sementara itu, untuk menyebut Baybayin yang Baybayin digunakan istilah Baybayin Tagalog, yakni ragam yang paling banyak dipakai dan paling terkenal. Perluasan makna Baybayin ini menimbulkan kerancuan, sebab orang-orang pada umumnya mengenal hanya ada satu Baybayin, yakni yang dimiliki oleh masyarakat Tagalog, sedangkan aksara-aksara kerabatnya dianggap sebagai aksara yang terpisah yang masing-masingnya memiliki namanya sendiri. Upaya penyeragaman istilah ini berpotensi kembali mendapatkan bantahan dari pihak-pihak di daerah. Leo Emmanuel Castro, ketua lembaga swadaya masyarakat Sanghabi, menyarankan untuk menggunakan istilah payung yang lebih netral. “Suyat” dapat menjadi pilihan yang dianggap netral oleh masyarakat luas. Ia mengaku istilah “suyat” juga telah mendapatkan persetujuan dari para peserta Kongres Baybayin Internasional pada tahun 2018. Terlebih, istilah ini telah dikenal sejak lama di berbagai daerah dengan sebutan yang mirip-mirip: surat, suwat, dan sulat.

Rentetan kesengitan antara ibukota vs. daerah ini dapat ditelusuri hingga ke Keputusan Presiden No. 134 tahun 1937 yang menetapkan bahasa Tagalog sebagai bahasa nasional Filipina. Tidak seperti bahasa Melayu yang menjadi bahasa Indonesia, bahasa nasional Filipina ini tidak sepenuhnya berterima. Kecurigaan daerah terhadap agenda suku Tagalog sebagai suku dominan di Filipina selalu mengiringi berbagai perbincangan tentang kebijakan-kebijakan nasional. Pemerintahan yang sentralistik ini bahkan memiliki sebutannya sendiri, yakni Maynilang Imperyal atau Kekaisaran Manila. Sebutan satir ini digunakan untuk mengejek kekuatan ibukota yang mencengkeram sektor ekonomi, politik, dan budaya di Filipina, dengan menganaktirikan kepentingan-kepentingan daerah.

Politikus-politikus Tagalog bahkan telah mengajukan rancangan undang-undang untuk mengangkat aksara Baybayin sebagai aksara nasional Filipina. Hal ini memicu penolakan keras dari beragam kalangan khususnya dari suku-suku lain di Filipina, sehingga sampai sekarang usulan ini pun masih terganjal. Pelestarian Baybayin yang erat kaitannya dengan masyarakat Tagalog dianggap sebagai salah satu ancaman bagi kebinekaan budaya di Filipina. Mike Pangilinan, seorang budayawan Kapampangan, menolak penggunaan aksara Baybayin secara nasional dan mengusulkan untuk mempertahankan aksara Kulitan yang lebih tepat melambangkan bunyi bahasanya sendiri.

Konten media sosial untuk memperkenalkan nama-nama burung dalam bahasa Kapampangan dan aksara Kulitan oleh Ían Manálo Salénga [via Facebook Group Kulitan].

National Script Act of 2011 atau lebih umum dikenal dengan sebutan “Baybayin Bill” itu pun sesungguhnya tidak berusaha menggeser kedudukan mutlak aksara Latin di Filipina, melainkan hanya sekadar token atau representasi semu yang tidak memiliki fungsi nyata. Rancangan undang-undang ini hanya mewajibkan penggunaan aksara Baybayin untuk keperluan yang sangat terbatas:

  • Perusahaan makanan harus menyertakan alih aksara Baybayin untuk nama merek pada desain kemasan produknya.
  • Pemerintah pusat dan daerah diwajibkan untuk menyerkatan aksara Baybayin di papan nama perkantoran dan papan petunjuk jalan.
  • Koran dan majalah harus menyertakan alih aksara Baybayin untuk judul pada bagian kopnya.

Pada 2014, setelah mandengar beragam masukan dari para akademikus, seniman, dan budayawan, rancangan undang-undang ini pun direvisi dengan pendekatan yang lebih inklusif. Judul RUU yang sebelumnya berbunyi “Undang-Undang Pelindungan dan Konservasi Aksara Baybayin, serta Pernyataan Baybayin sebagai Aksara Nasional Filipina” dirombak menjadi “Undang-Undang Pelindungan dan Konservasi Seluruh Aksara Asli Filipina, serta Pernyataan Seluruh Aksara Abugida Asli secara Kolektif sebagai Aksara Nasional Filipina.” RUU ini juga menegaskan bahwa aksara-aksara abugida Filipina tidak lagi dikelompokkan dengan istilah payung “Baybayin”, melainkan “Aksara-Aksara Nasional Filipina”. Sebagai catatan, rancangan ini mengecualikan aksara turunan dari abjad Arab, yakni Jawi dan Kirim, yang dianggap asing. Walaupun tampak lebih egaliter, rancangan undang-undang ini masih membutuhkan banyak sokongan agar menjadi produk hukum yang nyata.

Di sisi lain, Baybayin Buhayin Inc., sebuah lembaga swadaya masyarakat yang berfokus pada advokasi pemajuan aksara Baybayin, terus menggiatkan penggunaan dan ekspresi aksara Baybayin untuk keperluan masa kini. Ketika silang pendapat soal penggunaan aksara Baybayin di Lagusnilad mengemuka, Baybayin Buhayin yang terlibat langsung dalam pembuatan papan tanda itu menyatakan bahwa mereka tidak ingin orang-orang melihat aksara Baybayin sebagai sesuatu yang kuno, melainkan sesuatu yang berguna, luwes, dan bisa beradaptasi untuk penerapan-penerapan modern.

Kiri: aksara Baybayin di uang kertas bertuliskan Pilipino [sumber Meshroom]. Kanan: halaman paspor keluaran 2016 bertuliskan Amsal 14:34. [sumber Wikimedia Commons].

Dukungan mereka bukanlah hal yang sia-sia. Pada kenyataannya, ekspresi aksara Baybayin di ruang publik Filipina semakin signifikan di taraf nasional. Bangko Sentral ng Pilipinas mengeluarkan uang kertas Peso dengan sedikit aksara Baybayin bertuliskan "Pilipino". Paspor keluaran terbaru Filipina juga menampilkan ayat Injil dalam aksara Baybayin di setiap halaman ganjilnya. Sejumlah lambang-lambang penting negara Filipina, seperti Komisi Sejarah Nasional Filipina [Pambansang Komisyong Pangkasaysayan ng Pilipinas], Perpustakaan Nasional Filipina [Aklatang Pambansa ng Pilipinas], dan Perpustakaan Nasional Filipina [Pambansang Museo ng Pilipinas], menampilkan sedikit aksara Baybayin.

Pengajaran aksara Baybayin di sekolah dasar [foto via Pinterest].

Peta papan tombol untuk aksara Baybayin dalam Windows. Ketersediaan aksara tradisional dalam gawai mutakhir memegang peran yang penting dalam upaya konservasi.

Aksara sebuah bangsa bukan harga mati. Sejarah telah menyaksikan banyak negara mengganti aksara nasional mereka: Korea meninggalkan aksara Honji, Turki meninggalkan aksara Hijaiah, negara-negara pecahan Soviet meninggalkan aksara Kiril. Meski identitas kefilipinaan belum juga selesai diperbincangkan oleh bangsa mereka sendiri, bukan suatu yang mustahil apabila suatu saat mereka berhasil meraih modal politik yang cukup untuk menghidupkan kembali aksara Baybayin, bukan sebagai hiasan belaka, melainkan aksara yang berfungsi seutuhnya, aksara yang hidup dan mampu memenuhi berbagai kebutuhan zaman modern.