Senin, 08 November 2021

Jenis-jenis Teknik Cetak

Cetak sebagai sebuah upaya memperbanyak suatu tulisan telah dikenal umat manusia setidaknya sejak enam abad lalu. Namun demikian, hakikat mengecapkan suatu permukaan ke permukaan lain untuk menciptakan kesan tiruan telah dikenal jauh sebelum itu. Orang-orang purba telah mengecapkan tangan mereka ke dinding gua. Kemaharajaan-kemaharajaan kuno membuat mohor untuk mengabsahkan perintah atau berita. Cara-cara yang demikian lambat laun berkembang menjadi berbagai teknik cetak yang kita kenal seperti sekarang.

Cetak tinggi
Cetak tinggi (bahasa Belanda: hoogdruk, bahasa Inggris: relief printing) adalah salah satu teknik cetak tertua yang memanfaatkan perbedaan tinggi-rendah suatu acuan. Dalam teknik ini, permukaan yang menonjol atau yang tinggi untuk tinta atau pewarna lainnya. Permukaan ini kemudian dicapkan pada permukaan lainnya sehingga menimbulkan kesan cerminan. Cara kerja yang sama juga digunakan pada penggunaan cap atau stempel yang sering kita jumpai.

Cetak tinggi memiliki banyak subteknik yang biasanya dibedakan dari bahan acuannya, beberapa di antaranya cukil kayu, cukil logam, cukil lino, dan sebagian penerapan dari cetak tumbuhan (ecoprint). Mesin cetak huruf lepas yang pertama kali dikembangkan di Asia Timur dan Eropa juga menggunakan cara kerja cetak tinggi. Begitu pula dengan batik cap yang memanfaatkan logam sejenis stempel yang mampu mentransfer desain ke permukaan kain.

Detail gambar pada mata uang yang dicetak menggunakan teknik cetak dalam.


Cetak dalam
Cetak dalam atau kadang juga disebut cetak rendah (bahasa Belanda: diepdruk, bahasa Inggris: intaglio) adalah kebalikan dari teknik cetak tinggi. Cetak rendah memanfaatkan ceruk atau sisi dalam untuk menampung tinta. Ceruk ini bekerja layaknya kantong yang akan mentransfer tintanya ketika ditempelkan ke permukaan lain, seperti kertas atau kain. Cetak dalam terbagi menjadi beberapa subteknik di antaranya, etsa yang memanfaatkan cara-cara kimiawi dan gravir yang memanfaatkan cara mekanis selayaknya mengukir atau memahat.

Cetak datar
Cetak datar (bahasa Belanda: vlakdruk, bahasa Inggris: planographic printing) adalah teknik cetak yang menggunakan permukaan datar untuk mencetak tulisan atau gambar. Hal ini membedakannya dengan cetak tinggi maupun cetak rendah yang memanfaatkan perbedaan ketinggian permukaan cetakan. Subteknik paling terkenal dari cetak datar adalah cetak batu atau litografi. Cetak batu tradisional memanfaatkan daya tolak-menolak antara air dan minyak dalam prosesnya. Sementara itu, cetak batu modern biasanya dikombinasikan dalam proses cetak ofset dengan memanfaatkan cara kerja serupa.

Cetak saring
Cetak saring (bahasa Belanda: zeefdruk, bahasa Inggris: serigraphy) adalah teknik cetak yang memanfaatkan tingkat kerapatan dan kerenggangan bahan tertentu, biasanya poliester atau secara tradisional sutra, untuk menyaring tinta. Bahan penyaring ini sebelumnya telah “dilubangi” terlebih dahulu untuk melancarkan tinta melewati penyaring sehingga dapat mencetak desain pada permukaan yang dikehendaki. Orang Indonesia biasa menyebut teknik ini dengan istilah sablon yang maknanya telah bergeser dari kata sumber bahasa Belandanya sjabloon yang lebih dekat dengan stensil. Stensil sendiri ada kalanya juga dihubungkan dengan teknik cetak saring ini sebagaimana keduanya memiliki kemiripan cara kerja.

Cetak fotografis

Cetak fotografis adalah teknik cetak yang memanfaatkan bahan-bahan kimia yang peka terhadap cahaya. Teknik ini berkembang utamanya dalam dunia fotografi, meskipun cara kerjanya mungkin ditemui juga dalam ranah cetak lain seperti phototypesetting dan photogravure.

Cetak digital
Cetak digital adalah perkembangan mutakhir dari teknologi percetakan dan digunakan secara meluas di dunia modern. Cetak digital memiliki ciri-ciri mampu mencetak berkas digital secara langsung ke berbagai macam media, tanpa memerlukan pembuatan plat atau acuan terlebih dahulu. Contoh paling umum yang sering kita jumpai sehari-hari adalah mesin cetak meja (desktop printer).

Cetak digital memiliki sejumlah kelemahan, salah satunya yaitu prosesnya yang relatif memakan waktu lebih lama jika dibandingkan dengan jenis teknik cetak lain, seperti cetak ofset. Akan tetapi, cetak digital lebih efesien untuk pekerjaan dengan jumlah cetak sedikit, seperti print-on-demand, karena tidak membutuhkan pembuatan plat cetak terlebih dahulu yang mungkin memakan biaya besar.

Cetak tunggal

Cetak tunggal (bahasa Belanda: monodruk, bahasa Inggris: monoprint) berseberangan dengan tujuan cetak-mencetak yang menghendaki penggandaan tulisan atau gambar sebanyak mungkin. Sesuai dengan namanya, cetak tunggal bertujuan hanya menghasilkan satu hasil cetakan unik saja untuk setiap sumber cetakannya. Cetak tunggal digunakan lebih untuk keperluan ekspresi berkesenian daripada fungsi praktisnya.

Cetak tunggal bukanlah teknik cetak tersendiri, sehingga dalam pembuatannya menerapkan teknik cetak lainnya, seperti cetak datar, cetak tinggi atau cetak rendah.


Minggu, 10 Oktober 2021

Tanda dan Makna dalam Tipografi

Orang-orang mulai menyadari bahwa tipografi lebih dari sekadar rangkaian huruf-huruf. Walaupun demikian, menjalaskan hal tersebut tidak selalu mudah. Banyak yang telah berusaha menjabarkan pengalaman seseorang ketika memaknai sebuah karya tipografis. Pembagiannya umumnya meliputi pemaknaan bahasa, yakni kata-kata yang tertulis dengan sebuah karya tipografis, dan pemaknaan rupa, yang relatif lebih jarang, yakni nuansa rasa yang ditangkap dari perbedaan bentuk rancangan huruf.

Akademikus dan praktikus mungkin memiliki istilah-istilah yang berbeda untuk menamai dua hal tadi. Perbedaan-perbedaan ini dapat dimaklumkan sebab penulis dan perancang yang bersinggungan dengan bidang tipografi tumbuh dari berbagai latar belakang: juru cetak, desainer grafis, pengamat, seniman leter, semiotikawan, atau pakar komunikasi. Ragam istilah yang lahir pun bermacam-macam dengan arti yang mirip-mirip atau sedikit berbeda.

Surianto Rustan dalam Huruf Font Tipografi (2010) menggunakan perumpamaan tubuh/fisik dan jiwa/non-fisik untuk menggambarkan dua ranah pemaknaan tipografi ini. Aspek tubuh berkutat pada bentuk, anatomi, dan segi optis huruf, sehingga pemaknaannya bersifat rasional, objektif, dan umum. Sementara itu jika ditelisik dari aspek jiwa, huruf dilihat sebagai hal yang memiliki kepribadian, seperti feminin atau maskulin, serius atau main-main dan lain sebagainya. Hal ini membuat pemaknaan bentuk huruf bersifat naluriah, subjektif, dan personal.

Istilah serupa juga digunakan oleh Gavin Ambrose dan Paul Harris dalam The Fundamentals of Graphic Design (2009). Di sana, Ambrose menggunakan istilah makna denotatif untuk menyebut aspek visual yang dapat dipahami secara langsung dan umum; serta makna kognitif untuk menyebut aspek visual yang hanya dapat dipahami jika pemirsanya membawa pengetahuan tentang bentuk huruf tertentu. Makna kognitif melampaui makna denotatif yang gamblang dan dasar. Dalam kajian linguistik, istilah denotatif sering disebut sebagai makna kamus atau makna pertama, sedangkan untuk menyebut makna selanjutnya atau makna tambahan digunakan istilah konotatif. Pemaknaan pertama dan pemaknaan kedua pada karya tipografis ini sebenarnya bisa sejalan dengan konsep denotasi dan konotasi yang akrab dalam keilmuan bahasa.

Sementara itu, Bellantoni dan Woolman dalam Type in Motion – Innovations in Digital Graphics (2000) membagi pemaknaan karya tipografis menjadi dua jenjang, yakni citraan kata “word image” dan citraan tipografis “typographic image”. Citraan kata berhubungan dengan sisi kebahasaan dari sebuah karya tipografis, sedangkan citraan tipografis berfokus pada pemaknaan kesan bentuk huruf. Pendapat ini menarik karena telah menyadari hubungan kepaduan antara teks dan gambar, namun ia belum memberikan ruang bagi dua tingkat pemaknaan pada masing-masing unsur pembentuknya. Dalam artian, baik aspek bahasa dan aspek rupa dari karya tipografis sama-sama memiliki potensi untuk dimaknai secara denotatif dan konotatif.

Menerangkan hubungan dwitunggal antara bahasa (text) dan rupa (image) pada sebuah karya tipografis adalah hal pertama yang harus dipertimbangkan sebelum mencoba memaknai tipografi secara denotatif dan konotatif. Tipografi hakikatnya terdiri dari segi kebahasaan dan segi kerupaan yang masing-masingnya memiliki potensi makna denotatif dan konotatifnya tersendiri. Baik keduanya maupun salah satunya dapat digali berdasar keperluan dan pengetahuan orang-orang yang melihatnya.


Denotasi dari sebuah karya tipografis (segi kebahasaan) adalah makna harfiah kata atau kalimat itu sendiri, sementara konotasinya adalah pertambahan makna yang dirasakan pembaca terhadap pernyataan tersebut. Hal ini biasa dibahas dalam ranah linguistik dan sastra. Pengkajian puisi dan novel, sekalipun sesungguhnya melakukan pembacaan terhadap karya tipografis berupa buku cetakan, mengeliminasi kemungkinan pemaknaan dari sisi rupawi bentuk huruf yang dipakai. Tidak peduli sebuah puisi dicetak dalam Georgia atau Verdana, makna bahasanya adalah satu-satunya yang berkepentingan.


Perbedaan rancangan berbagai glif 'a' dapat dimaknai secara denotatif hanya sebagai grafem 'a' saja.

Sedangkan denotasi pada sebuah karya tipografis (segi kerupaan) adalah sesusunan glif-glif beserta fitur-fitur tipografisnya yang menurut penglihatan manusia dikenali sebagai aksara. Pengalaman ini menjadi kian jernih ketika kita menemui teks dalam aksara yang tidak bisa kita baca dan bahasa yang tidak kita ketahui, semisal saat melihat tulisan beraksara Malayalam atau Rusia. Kenyataan visual yang kita tangkap ketika melihat teks tersebut adalah aspek denotasi dari segi kerupaan dalam sebuah karya tipografis. Sementara itu, aspek konotasinya adalah pertambahan makna akibat pengamatan lanjutan terhadap penstiliran aksara baik secara satu per satu hurufnya maupun keseluruhan rangkaian pada konteks tertentu. Perbedaan-perbedaan ragawi antara fontasi Comic Sans dan Bodoni, misalnya, dapat memantik makna yang berbeda pula sekalipun digunakan untuk menuliskan rentetan huruf-huruf yang sama. Hal inilah yang membuat fontasi kerap dianggap memiliki kepribadian yang beraneka rupa bahkan sebelum digunakan untuk menuliskan kata-kata.

Hubungan antara aspek kebahasaan dan kerupaan dalam tipografi akan dianggap selaras ketika makna kebahasaan berhasil dipertegas dengan penggunaan gaya tipografi tertentu yang dianggap sesuai. Kesesuaian ini kebanyakan didasari oleh metonimia, yakni bagaimana suatu gagasan berhubungan dengan gagasan lain yang dianggap dekat atau sekelompok. Misalnya, tipografi rumah makan Padang dirancang sedemikian rupa sehingga mirip dengan bentuk rumah gadang dengan kedua ujungnya yang lancip. Rumah gadang adalah metonimia dari gagasan tentang budaya Minangkabau secara keseluruhan. Contoh lainnya lagi, tipografi promosi pariwisata Wonderful Indonesia dirancang dengan luwes tanpa potongan-potongan tajam. Keluwesan bentuk huruf ini bisa dimaknai sebagai kehalusan, yaitu metonimia dari gagasan ideal (pariwisata) Indonesia yang ramah dan lemah lembut.

Ironi akan tercipta ketika aspek kebahasaan dan kerupaan dalam karya tipografis dianggap tidak selaras. Sebagai contoh, pesan cinta bertuliskan ‘Aku sayang kamu’ tetapi disetel dengan fontasi Chiller yang bernuansa seram; atau jersi olahraga tetapi menggunakan fontasi Chopin Script yang halus dan melekuk-lekuk. Meski pada umumnya hal ini akan membuat kebingungan dan kesalahpahaman dalam menangkap pesan yang akan disampaikan, ironi dalam tipografi dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan pesan yang sengaja digunakan untuk menantang konstruksi sosial atau tren arustama. Sebagai contoh, banyak kelompok musik metal menggunakan gaya huruf patah (blackletter) yang sesungguhnya berasal dari dunia tradisi agama Katolik. Hal ini mungkin bisa dimaknai sebagai upaya mendobrak, sekaligus mendesakralisasi, simbol-simbol agama.

Pemaknaan konotatif seringkali ditekan dalam keperluan teks yang lebih panjang, seperti buku atau koran, atau teks yang dicetak dalam ukuran lebih kecil, seperti label nilai gizi dan instruksi pemakaian; tulisan dikembalikan ke fungsinya yang paling dasar, yakni hanya untuk dibaca. Meskipun demikian, jika kita melihat pada cakupan yang lebih luas, segi konotatif dari karya tipografis tidak bisa benar-benar diabaikan. Utamanya ketika berurusan dengan dunia pencitraan merek, divisi seni kreatif di balik perusahaan-perusahaan besar memikirkan matang-matang jenis huruf apa yang akan mereka pakai. Huruf, sampai pada tahap tertentu, turut menunjang kepribadian korporat yang sengaja disusun sedemikian rupa sebelum ditampilkan ke hadapan publik.

Sejumlah desainer huruf diketahui berlomba-lomba untuk menciptakan fontasi-fontasi yang dianggap netral, kering akan kepribadian, seperti Helvetica atau Univers, untuk melayani keperluan pragmatis umat manusia untuk membaca, tanpa agenda memaknai perbedaan dan penggayaan bentuk-bentuk hurufnya. Lantas apakah kemudian upaya ini berhasil? Pada kurun waktu tertentu barangkali iya, tetapi nantinya juga tidak akan bisa melepaskan diri dari jerat pemaknaan konotatif. Huruf-huruf yang dibuat akan tertaut minimal dengan era saat huruf tersebut diciptakan. Helvetica dan kawan-kawan sezamannya yang digadang-gadang menjadi huruf modern yang tak bakal lekang oleh waktu, baru-baru ini juga mulai tergeser dengan banjirnya huruf-huruf nirkait bergaya geometris. Apa yang baru kemudian membuat apa yang lama tidak lagi dipandang sama. Mengganti logo Google dan Spotify pada hari ini dengan Helvetica misalnya, tidak lagi akan dianggap semodern pertama kali huruf ini diperkenalkan.

Denotasi dan konotasi adalah dua sisi yang berbeda dari satu koin yang sama. Jika seseorang tidak membalik koin tersebut tidak berarti sisi yang lain tidak berwujud. Memaknai tipografi mungkin sedikit sukar bagi mereka yang tidak berkecimpung di bidang desain atau tidak biasa mengamati visual-visual yang remeh-temeh, namun menangkap rasa yang ditimbulkan dari melihat tipografi berlangsung begitu cepat dan seseorang tidak harus membahasakannya terlebih dahulu untuk memahaminya.

Selasa, 14 September 2021

Reka Bentuk Otomatis di Birdfont untuk Fontasi Pertama Anda

Birdfont merupakan salah satu peranti lunak pembuatan fontasi yang tersedia di mayantara. Peranti ini mendukung beberapa format, yakni TTF, OTF, dan fontasi berbasis SVG. Alat yang tersedia bebas melalui situs web birdfont.org ini terbilang cukup mudah dan mungkin akan membantu membuat fontasi pertama Anda yang unik dan simpel.

Selain memiliki fitur gambar langsung di area kerja, Birdfont juga memungkinkan penggunanya untuk menghasilkan fontasi dari olahan gambar kertas. Rancangan huruf di atas kertas dapat direka bentuk (tracing) sehingga menghasilkan grafis jenis vektor sehingga dapat diolah lebih lanjut menjadi sebuah berkas fontasi. Simak langkah-langkahnya berikut ini:

1. Mempersiapkan Gambar
Hal pertama yang Anda harus lakukan adalah menggambar huruf di secarik (atau beberapa carik) kertas putih. Gambaran huruf yang Anda torehkan di kertas haruslah memenuhi beberapa persyaratan agar nantinya memudahkan proses reka bentuk, di antaranya adalah:

  • Huruf harus digambar dalam ukuran yang memadai, tidak terlalu kecil.
  • Sediakan jarak antarhuruf yang cukup, jangan ada tumpang tindih atau persinggungan antarhuruf yang digambar, pastikan setiap huruf terpisah satu sama lain.
  • Huruf harus digambar dalam kepekatan yang tinggi, semakin hitam pekat semakin bagus. Maka, gunakanlah peralatan seperti pena kaligrafi, spidol hitam, tinta bak dll. yang memudahkan Anda menghasilkan blok hitam yang sempurna, dengan catatan jangan sampai tinta menjadi luber.
  • Hapuslah sketsa pensil yang mungkin tertinggal secara bersih
  • Hindari kerumitan yang berlebihan, seperti hiasan keriting dan jumbai-jumbai, kecuali Anda gambar dalam ukuran yang lebih besar lagi. Semakin detail desain hurufnya, semakin memerlukan ukuran yang besar agar menghasilkan pindaian sempurna.

2. Memindai Gambar
Proses pemindaian gambar dapat dilakukan dengan mesin pemindai (scanner) ataupun difoto melalui ponsel dengan aplikasi pemindai. Kamera yang mampu mengambil gambar dengan mutu tinggi juga bisa digunakan. Perhatikan pencahayaan ketika mengambil gambar agar terhindar dari adanya bayangan yang menimpa atau timbul pada bidang kertas. Anda mungkin perlu mengedit hasilnya melalui program pengolah foto terlebih dahulu untuk hasil foto yang lebih berkontras tinggi.

3. Membuka Birdfont
Area kerja Birdfont (gambar terlampir), setelah mengeklik tombol 'new font' di pilihan kiri atas, terdiri dari bilah kiri yang berisi tombol-tombol alat dan area utama yang berisi kotak-kotak karakter. Di area inilah Anda akan berkesenian dengan fontasi bikinan Anda sendiri. Sebelum beranjak ke mana-mana, alangkah lebih baik untuk menyimpan berkas terlebih dahulu dengan mengeklik tombol burger (kanan atas)  🠚 File 🠚 Save; pada jendela munculan, pilih tempat di mana berkas Anda akan disimpan, lalu beri nama berkas Anda dan OK.

Tampilan muka area kerja Birdfont.

4. Memasukkan Gambar
Berkas gambar huruf yang telah Anda persiapkan kini akan dimasukkan ke dalam Birdfont. Caranya, klik tombol burger di bagian kanan atas 🠚 Import and export 🠚 Import background image. Sekarang, layar Anda akan menampilkan area kerja di tab 'backgound image'. Selanjutnya, di bilah kiri, klik pilihan 'add' untuk menambahkan gambar huruf yang telah Anda persiapkan sebelumnya. Setelah terbuka tampilan area kerja Anda akan seperti ini:

Gambar hasil pindaian Anda berhasil masuk ke Birdfont.

 5. Menyesuaikan Tinggi Huruf
Berkas pindaian Anda mungkin terlalu kecil atau terlalu besar untuk diolah menjadi fontasi. Untuk memudahkan pengukuran yang lebih seragam, Anda harus menyesuaikan terlebih dahulu tinggi huruf dan karakter dalam pindaian Anda dengan tinggi garis dasar dan garis atas yang disediakan pada area kerja. Untuk memperbesar dan memperkecil berkas pindaian, gunakan tombol 'move, resize and rotate' di bilah kiri atas. Untuk mengubah letak garis bantu, seperti garis dasar dan garis atas, klik dan geser arah panah di ujung kanan/kiri garis bantu; garis ini akan berimbas ke seluruh kotak-kotak huruf.

Menyesuaikan ukuran huruf dengan posisi garis dasar dan garis atas.

6. Menghubungkan Huruf
Langkah selanjutnya setelah menyesuaikan tinggi huruf dengan garis bantu adalah menandai setiap huruf dan karakter yang sudah digambar sehingga terhubung dengan masing-masing kotak yang mewakilinya. Hal ini dilakukan dengan mengeklik tombol 'select background' pada bilah kiri atas, lalu lingkupi area huruf yang dimaksud (gambar 1), setelah dirasa sesuai dan tidak bersinggungan dengan huruf lain, klik dua kali pada area tersebut. Huruf yang telah berhasil diisolir (gambar 2) dihubungkan dengan kotak karakter yang diwakilinya. Caranya, pilih 'select glyph' pada bilah kiri bawah, lalu pada bagian 'character set' pilih 'default' (bilah kiri atas). Setelah muncul set karakter, klik dua kali pada kotak huruf yang mewakili karakter yang telah dipilih sebelumnya. Dengan demikian, satu gambar huruf Anda sekarang telah terhubung dengan satu kotak karakter (gambar 3). Ulangi langkah ini hingga keseluruhan huruf terhubung dengan kotaknya masing-masing.

(1) Menyeleksi area huruf. (2) Huruf telah terseleksi. (3) Huruf telah terhubung
dengan kotak yang mewakili, terlihat huruf atau karakternya di bulatan merah.

7. Melakukan Reka Bentuk Otomatis
Setelah seluruh gambar huruf Anda tarhubung dan tampil di masing-masing kotak karakter, langkah selanjutnya adalah melakukan reka bentuk otomatis yang akan mengubahnya menjadi grafis vektor. Langkah pertama, Anda buka tab 'Overview' dan klik dua kali pada huruf atau karakter yang akan divektorkan. Begitu tab baru terbuka, klik tombol 'Move, resize and rotate' untuk mengaktifkan gambar latar belakang. Sebelum melangkah lebih lanjut, pada tahap ini Anda bisa melakukan pengaturan posisi, ukuran dan kemiringan huruf jika dirasa diperlukan. Tahap selanjutnya, klik tombol 'High contrast' di bagian 'Background tools' untuk memperdalam kontras gambar huruf Anda. Setelah itu, klik tombol 'Autotrace background image' untuk mengubah gambar latar belakang tadi menjadi grafis vektor. Gambar huruf yang telah divetorkan ini akan menimpa gambar latar belakang Anda. Supaya tampilan tidak tumpang tindih, klik tombol 'Show/hide background image' untuk menyembunyikan latar belakang. Hore! Anda berhasil memvektorkan satu huruf!

8. Merapikan Nodus Vektor
Hasil reka bentuk otomatis atau autotrace pastilah kurang rapi. Oleh karena itu, Anda perlu merapikannya secara manual dengan menggunakan alat 'Move control points' paa bagian 'Drawing tool' masih di bilah kiri. Pada tahap ini, tampilan huruf akan berubah menjadi bentuk garis dan titik-titik. Titik-titik yang juga dikenal dengan istilah nodus ini dapat dimodifikasi sedemikian rupa sehingga mempengaruhi bentuk huruf. Anda bisa menghapus, menambahkan, dan mengedit nodus serta lengan-lengannya untuk merapikan bentuk huruf yang Anda rancang.

Hasil reka bentuk otomatis yang masih memiliki banyak nodus (kiri)
dan setelah nodusnya dikurangi atau disederhanakan (kanan).

9. Mengatur Lebar Huruf
Jangan lupa untuk mengatur lebar kanan-kiri huruf. Hal ini dapat dilakukan dengan mengubah posisi garis bantu kanan dan garis bantu kiri yang tertera pada layar. Garis ini akan menentukan interaksi huruf dengan huruf lainnya ketika fontasi Anda sudah siap digunakan untuk menulis atau mengetik sesuatu. Untuk memeriksa sebagian atau keseluruhan lebar dan jarak huruf ini, Anda dapat membuka tab 'Spacing' dengan mengeklik tombol burger di kanan atas 🠚 Spacing and kerning 🠚 Show spacing tab.

10. Menyimpan dalam Bentuk Fontasi
Setelah mengulangi tahap 7, 8, dan 9 untuk setiap huruf dan karakter yang Anda punya, maka tahap selanjutnya adalah mengekspor desain Anda ke dalam format TTF. Langkah-langkahnya, pertama klik tombol burger di kanan atas 🠚 Import and export 🠚 Export fonts. Begitu tab 'Export settings' terbuka, isi kolom nama dengan nama fontasi yang Anda kehendaki, lalu klik pilihan format TTF. Sebelum mengekspor, Anda juga bisa melengkapi deskripsi fontasi lewat tombol 'Name and description' yang berisikan rincian informasi lisensi, nomor versi, nama pemegang hak cipta, dan lain-lain. Setelah semuanya tepat, klik ekspor untuk menghasilkan fontasi berformat TTF Anda. Selamat! Fontasi pertama Anda sudah siap dipasang dan dipakai di komputer!