Sabtu, 13 Mei 2023

Aksara Nusantara di Sinema Indonesia

Aksara-aksara Nusantara mulai mendapatkan panggung dalam sinema tanah air. Mulai banyak film dalam negeri menampilkan aksara-aksara Nusantara dalam adegan mereka untuk mendukung tata artistik ataupun materi desain grafis yang diedarkan untuk keperluan promosi. Film yang menampilkan aksara Nusantara umumnya terbagi dua, yakni film yang merekontruksi sejarah masa lalu, seperti biopik, dan film masa kini/film yang waktunya tidak terlalu dijelaskan tetapi memerlukan aksen aksara Nusantara sebagai penguat penokohan, konteks penceritaan, atau sekedar keputusan tata artistik.

Pembuatan film sejarah umumnya memang harus sadar bahwa keadaan lanskap bahasa-aksara pada zaman dahulu tidaklah sama dengan zaman kini dan suatu tempat tidaklah sama dengan suatu tempat yang lain. Susur waktu sederhana yang bisa dijadikan sebagai pegangan sebagaimana yang dituturkan dalam buku-buku sejarah umum mencakup:

  • Zaman Nirleka (tanpa aksara)
  • Zaman Hindu-Buddha (aksara Pallawa dan Kawi)
  • Zaman Peralihan dan Islamisasi (aksara Nusantara, Jawi-Pegon)
  • Zaman Penjajahan Belanda (aksara Latin, Jawi-Pegon, Nusantara)
  • Zaman Penjajahan Jepang (aksara Latin, Jawi-Pegon, Nusantara, Jepang)
  • Zaman Indonesia (aksara Latin, sedikit Jawi-Pegon dan Nusantara)

Sebagai contoh, film berlatar wilayah Jawa pada abad ke-19 bisa menampilkan aksara Jawa untuk bahasa Jawa, aksara Latin untuk bahasa Belanda/Melayu, dan aksara Jawi untuk Melayu, sedangkan aksara Pegon untuk bahasa Jawa bisa ditampilkan ketika menggambarkan lingkungan pesantren. Hal tersebut termasuk padu padan yang lumrah pada waktu tersebut. Di lain sisi contoh yang kurang sesuai misalnya, menampilkan aksara Sunda Baku untuk film berlatar tahun 1940-an adalah keputusan yang kurang tepat, karena aksara Sunda Baku baru disahkan pada 1990-an dan penggunaanya mulai digencarkan setelah itu. Detail-detail seperti itu harus diperhatikan ketika menyusun sebuah film sejarah. Bahkan, pada penggarapan yang lebih cermat, gaya tulisan (seperti gaya huruf pada fontasi) juga dipertimbangankan matang-matang.

Film yang menampilkan latar masa kini atau waktunya tidak dijelaskan juga dapat menampilkan aksara Nusantara. Perlu diketahui, alasan-alasan dimunculkannya aksara Nusantara pada film-film tersebut tidak selalu memerlukan basis sejarah yang kuat, mengingat dunia yang diceritakan dalam film-film ini ialah rekaan fiksi; sesederhana ingin memberi aksen pada tata artistik sudah cukup bisa menjadi alasan yang masuk akal untuk menambahkan aksara Nusantara. Alasan lainnya, aksara Nusantara biasa digunakan untuk memperkuat konteks budaya tertentu, misalkan menampilkan aksara Lontara pada latar budaya Sulawesi Selatan. Film-film horor yang mengisahkan ilmu hitam tradisional juga sering dihiasi aksara Nusantara. Dalam hal ini, penggunaan aksara Nusantara menjadi agak problematis. Hal tersebut memberikan kesan buruk terhadap penggunaan aksara Nusantara, karena aksara yang sudah terancam punah itu malah dikait-kaitkan dengan dunia perdukunan, klenik, dan setan. Sebagai contoh, pada tahun 2018, sinetron Kun Fayakun episode 47 menampilkan tulisan beraksara Bali pada tubuh seseorang sebagai rajah yang dibuat oleh iblis. Hal tersebut sangatlah tidak sensitif. Supaya yang demikian itu tidak terulang, sebaiknya aksara-aksara yang digunakan dalam hal ini ialah aksara imajinatif yang dibuat secara khusus sehingga tidak menyinggung kebudayaan tertentu.

Sang Pencerah (2010)
Film biopik tentang tokoh pendiri Muhammadiyah, Ahmad Dahlan, bertabur aksara non-Latin, khususnya aksara Pegon dan aksara Jawa. Hal ini sesuai dengan latar waktu yang kala itu memang menggunakan tiga aksara sekaligus, yakni Latin, Jawa dan Pegon. Sorotan lebih besar yang diberikan kepada aksara Pegon juga sesuai dengan film yang menceritakan santri dan lingkungan keagamaan Islam.


Kartini (2017)
Ibu kandung dari Kartini, Ngasirah, mengajarkan aksara Jawa kepada Kartini untuk menulis kata “Trinil”, nama kecil Kartini. Akan tetapi, penggunaan aksara Latin untuk membantu pembacaan aksara Jawa di sini mungkin tidak diperlukan, selain karena penulisannya jadi tumpang tindih, pembacaannya juga sudah cukup dilisankan saja.


Parakang (2017)
Film horor ini mengangkat mitos manusia jadi-jadian/siluman populer di masyarakat Sulawesi, yaitu Parakang. Film ini tergolong unik karena sejauh pengamatan, tidak ada kemunculan aksara Lontara sebagai pelengkap tata artistik film (dibubuhkan langsung pada benda tertentu), melainkan ditambahkan kemudian pada sari kata (subtitle) berbahasa Makassar dan keperluan grafis lainnya, seperti pada poster.


Yowis Ben (2018)
Film ini sebenarnya tidak memiliki adegan beraksara Jawa sama sekali (sejauh pengamatan yang dilakukan). Akan tetapi, film ini perlu dan layak untuk disebutkan karena memiliki sejumlah video musik di Youtube yang disertai dengan aksara Jawa. Musik-musik tersebut dipublikasikan pada tahun 2019, menyambut peluncuran Yowis Ben 2.



DreadOut (2019)
Film horor fantasi ini menampilkan aksara Sunda. Tulisan misterius beraksara Sunda tergambar pada permukaan lantai, mengelilingi suatu gambar ular memakan ekornya sendiri (ouroboros) yang menyimpul membentuk trikuetra. Selain itu, naskah-naskah kuno beraksara Sunda juga dapat ditemukan pada film ini.



Gundala (2019)
Salah satu tokoh antagonis, Ghani, masuk ke sebuah ruangan, pada lantainya tergambar aksara Jawa cukup besar. Tak hanya itu, di salah satu dindingnya juga terukir aksara Jawa. Di dinding tersebut, Ki Wilawuk kemudian bangkit dari kematiannya. Sayangnya, aksara Jawa modern yang ditampilkan dalam film ini disebut “Aksara Jawa Kuno”. Padahal aksara Jawa modern dan aksara Jawa Kuno memiliki perbedaan yang cukup besar, sehingga pembaca aksara Jawa tidak mampu membaca aksara Jawa Kuno tanpa mempelajarinya dengan seksama.



Perempuan Tanah Jahanam (2019)
Aksara Jawa muncul dalam film Perempuan Tanah Jahanam dalam wujud jimat berupa gulungan kertas kecil yang dimasukkan ke dalam sayatan paha. Adegan ini muncul di bagian awal dan akhir film, dan menjadi salah satu unsur penting yang membangun cerita. 

Losmen Bu Broto (2021)
Aksara Jawa digunakan pada plakat Losmen Bu Broto sepanjang film. Meskipun berukuran kecil, tetapi aksara Jawa yang digunakan ditulis dengan cukup benar. Orang yang tidak terbiasa dengan aturan aksara Jawa mungkin akan menggunakan taling tarung pada bagian “Broto”-nya. Plakat beraksara Jawa ini juga digunakan untuk keperluan publikasi, seperti poster film dan materi promosi digital.

Lara Ati (2022)
Film drama komedi ini menampilkan aksara Jawa ketika adegan tokoh utama menyanyikan sebuah lagu. Aksara Jawa ditampilkan sebagai sari kata dari lirik lagu berbahasa Jawa. Penyajian tipografinya memperlihatkan gerak yang luwes sehingga presentasi aksara Jawanya tampak lebih menarik.



Gatotkaca (2022)
Film adiwira Gatotkaca menampilkan aksara Jawa Kuno atau aksara Kawi yang terukir di medali Brajamusti. Medali ini mampu membuat Gatotkaca menjadi manusia super dengan berbagai kekuatan. Walaupun demikian, tidak disebutkan aksara tersebut sebagai aksara Kawi atau aksara Jawa Kuno, melainkan disebut hanya sebatas "aksara Jawa" saja. Hal itu sebenarnya lebih mengarah ke model aksara masa kini yang telah memiliki rupa yang cukup berbeda dari aksara Jawa Kuno alias aksara Kawi.



Sri Asih (2022)
Aksara Sunda muncul pada salah satu adegan ketika Kala dan Sri Asih mengumpulkan petunjuk. Rentetan angka-angka Sunda ini entah bagaimana bisa menunjukkan sebuah lokasi. Sayangnya, lambang-lambang angka dalam aksara Sunda ini secara keliru disebut sebagai “Aksara Jawa Kuno” dalam film ini, padahal keduanya merupakan aksara yang berlainan.


Kembang Api (2023)
Kata “Urip iku Urup” dalam aksara Latin dan aksara Jawa ditampilkan menghias sebuah bola kembang api yang akan diledakkan. Meski ditulis dengan benar, tetapi mungkin lebih baik jika setiap baris ditulis selesai, maksudnya, kata ‘urip’ di baris pertama diberi pangkon, sehingga kata ‘urip’ tidak salah dibaca ‘uripa’.

Mantra Surugana (2023)
Film bergenre horor ini mengangkat kisah mistis Sunda. Aksara Sunda dalam film ini dimanfaatkan cukup mendalam untuk membangun keaslian tradisi ilmu hitam Sunda Kuno, sehingga film ini memiliki cukup banyak kemunculan aksara Sunda. Aksara Sunda muncul dalam bentuk sebuah naskah atau kitab kuno tulisan tangan yang mampu membangkitkan iblis. Selain itu, aksara Sunda juga dibubuhkan pada materi promosi film, seperti poster, spanduk, dan kaos.

____________________________

Daftar film di atas masihlah belum lengkap. Anda bisa membantu memberi tahu film lainnya lewat kolom komentar. Semoga semakin banyak film Indonesia yang memanfaatkan aksara Nusantara dalam pengembangan rancangan sinema mereka.

Senin, 05 September 2022

25 Pepatah Sunda dengan Arti dan Aksara Sunda I

Peribahasa atau pepatah Sunda merupakan bagian penting dari budaya dan tradisi masyarakat Sunda di Indonesia. Peribahasa Sunda memuat kebijaksanaan dan nilai-nilai kearifan lokal yang diajarkan dari generasi ke generasi. Melalui tuturan peribahasa, masyarakat Sunda dapat menjaga dan melestarikan gagasan dalam kebudayaan mereka, serta mendapatkan pengetahuan dari pengalaman masa lalu untuk diterapkan di kehidupan sehari-hari. Mari kenali 25 pepatah atau peribahasa Sunda berikut ini.


ᮃᮓᮒ᮪ ᮊᮊᮥᮛᮥᮀ ᮊᮥ ᮄᮌ.

Adat kakurung ku iga.
Perilaku terkurung oleh tulang rusuk.
— Kebiasaan seseorang sulit dihilangkan karena sudah menjadi bagian dari dirinya.


ᮃᮌᮥᮜ᮪ ᮊᮥ ᮕᮚᮥᮀ ᮘᮥᮒᮥᮒ᮪.

Agul ku payung butut.
Membanggakan payung jelek.
— Perilaku menyombongkan diri padahal kehidupannya serba kekurangan.


ᮃᮝᮤ ᮞᮓᮕᮥᮛᮔ᮪ ᮒᮛ ᮜᮨᮙ᮪ᮕᮨᮀ ᮊᮘᮦᮂ.

Awi sadapuran tara lempeng kabéh.
Bambu-bambu yang serumpun tidak semuanya lurus.
— Walaupun sekeluarga, tiap anggotanya tidak akan memiliki harta dan penghidupan yang sama.


ᮃᮞ ᮊᮛᮌ᮪ ᮛᮌᮔ᮪ᮘᮦᮔ᮪ᮒᮀ ᮒᮤ ᮜᮍᮤᮒ᮪.

Asa karagragan béntang ti langit.
Seperti kejatuhan bintang dari langit.
— Merasa sangat bahagia karena mendapatkan suatu yang luar biasa.


ᮘᮔ᮪ᮓ ᮞᮞᮙ᮪ᮕᮤᮛᮔ᮪ ᮑᮝ ᮌᮌᮓᮥᮠᮔ᮪.

Banda sasampiran nyawa gagaduhan.
Harta benda sampiran, nyawa kepunyaan.
— Baik harta benda maupun nyawa adalah dalam kuasa Tuhan YME.


ᮘᮨᮔ᮪ᮒᮤᮊ᮪ ᮎᮥᮛᮥᮊ᮪ ᮘᮜᮞ᮪ ᮔᮥᮔ᮪ᮏᮥᮊ᮪.

Bentik curuk balas nunjuk.
Lentik telunjuk balas menunjuk.
— Seseorang yang suka memerintah, tetapi sebenarnya tidak bisa mengerjakan sendiri atau tidak ingin turut mengerjakan.


ᮎᮤᮊᮛᮎᮊ᮪ ᮔᮤᮀᮌᮀ ᮘᮒᮥ ᮜᮅᮔ᮪-ᮜᮅᮔ᮪ ᮏᮓᮤ ᮜᮨᮌᮧᮊ᮪.

Cikaracak ninggang batu laun-laun jadi legok.
Air menetes menghantam batu perlahan-lahan menjadi cekung juga.
— Usaha kecil yang dilakukan secara terus-menerus perlahan-lahan pasti akan membuahkan hasil.


ᮎᮥᮜ᮪ ᮓᮧᮌ᮪ᮓᮧᮌ᮪ ᮒᮤᮀᮌᮜ᮪ ᮄᮌᮨᮜ᮪.

Cul dogdog tinggal igel.
Mengabaikan genderang, tersisa tarian.
— Seseorang yang meninggalkan pekerjaan wajib untuk suatu yang remeh-temeh.


ᮓᮁᮙ ᮝᮝᮚᮍᮔ᮪ ᮘᮆ.

Darma wawayangan baé.
Hanya berperan sebagai wayang saja.
— Hidup hanya sekadar menjalankan saja, karena semua hal telah digariskan dan ditentukan oleh Tuhan YME.


ᮌᮥᮔᮥᮀ ᮒᮩ ᮘᮩᮔᮀ ᮓᮤᮜᮨᮘᮥᮁ, ᮞᮌᮛ ᮒᮩ ᮘᮩᮔᮀ ᮓᮤᮛᮥᮊ᮪ᮞᮊ᮪, ᮘᮥᮚᮥᮒ᮪ ᮒᮩ ᮘᮩᮔᮀ ᮓᮤᮛᮨᮙ᮪ᮕᮊ᮪.

Gunung teu beunang dilebur, sagara teu beunang diruksak, buyut teu beunang dirempak.
Gunung tidak boleh dihancurkan, laut tidak boleh dirusak, leluhur tidak boleh dilanggar.
— Manusia harus menjaga kelestarian alam dan adat tradisi.


ᮠᮜᮧᮓᮧ ᮞᮒᮅᮔ᮪ ᮜᮔ᮪ᮒᮤᮞ᮪ ᮊᮥ ᮠᮥᮏᮔ᮪ ᮞᮕᮧᮆ.

Halodo sataun lantis ku hujan sapoé.
Kemarau setahun dihapus hujan sehari.
— Kebaikan yang telah lama dilakukan menjadi tidak berarti karena melakukan kejahatan sekali (atau sebaliknya).


ᮠᮦᮛᮀ ᮎᮄᮔ ᮘᮩᮔᮀ ᮜᮅᮊ᮪ᮔ.

Hérang caina beunang laukna.
Bening airnya dapat ikannya.
— Keberhasilan yang didapatkan tanpa menimbulkan kerugian bagi orang lain.


ᮊ ᮎᮄ ᮏᮓᮤ ᮞᮜᮩᮝᮤ ᮊ ᮓᮛᮒ᮪ ᮏᮓᮤ ᮞᮜᮨᮘᮊ᮪.

Ka cai jadi saleuwi ka darat jadi salebak.
Ke air jadi selubuk, ke darat jadi selebak.
— Kehidupan bersama atau bermasyarakat yang rukun dan kompak.


ᮊ ᮠᮛᮩᮕ᮪ ᮍᮜ ᮞᮏᮩᮏᮩᮂ, ᮊ ᮒᮥᮊᮀ ᮍᮜ ᮞᮏᮩᮀᮊᮜ᮪.

Ka hareup ngala sajeujeuh, ka tukang ngala sajeungkal.
Ke depan mengambil setelapak kaki, ke belakang mengambil sejengkal.
— Bersikap waspada dan hati-hati dalam mengambil keputusan.


ᮊᮥᮓᮥ ᮞᮩᮘᮩᮂ ᮙᮨᮙᮨᮂ ᮓᮠᮁ, ᮊᮥᮓᮥ ᮔᮨᮕᮤ ᮙᮨᮙᮨᮂ ᮄᮔ᮪ᮓᮤᮒ᮪.

Kudu seubeuh memeh dahar, kudu nepi memeh indit.
Harus kenyang sebelum makan, harus sampai sebelum pergi.
— Seseorang harus merencanakan matang-matang ke depan terlebih dahulu sebelum melaksanakan sesuatu.


ᮜᮙᮥᮔ᮪ ᮠᮨᮔ᮪ᮒᮩ ᮍᮊᮜ᮪ ᮙᮧᮃᮜ᮪ ᮍᮊᮩᮜ᮪.

Lamun henteu ngakal moal ngakeul.
Kalau tidak berpikir tidak akan menanak nasi.
— Jika tidak mau berpikir atau bekerja, maka tidak akan mendapatkan penghidupan.


ᮜᮙᮥᮔ᮪ ᮊᮨᮚᮨᮀ ᮒᮀᮒᮥ ᮕᮛᮨᮀ.

Lamun keyeng tangtu pareng.
Kalau sungguh-sungguh pasti dapat.
— Seseorang yang bersungguh-sungguh pasti akan mencapai yang diinginkannya.


ᮙᮀᮌᮤᮂ ᮜᮥᮃᮀ ᮒᮤᮔ ᮘᮥᮛᮀ.

Manggih luang tina burang.
Menemukan pengalaman dari ranjau bambu.
— Mendapatkan pengalaman dan pengetahuan baru dari kejadian yang tidak menyenangkan.


ᮙᮥᮔ᮪ ᮊᮤᮛᮥᮂ ᮒᮤ ᮌᮤᮛᮀ ᮊᮧᮙᮧ ᮊ ᮠᮤᮜᮤᮁᮔ.

Mun kiruh ti girang komo ka hilirna.
Jika sudah keruh sejak di hulu, maka akan lebih keruh lagi di hilir.
— Jika pemimpin buruk, maka masyarakatnya akan lebih buruk lagi.


ᮔᮨᮃᮍᮔ᮪ ᮜᮥᮃᮀ ᮒᮤᮕᮕᮓ ᮅᮛᮀ.

Neangan luang tipapada urang.
Mencari pengalaman dari orang lain.
— Mendapatkan ilmu atau pengalaman dari orang lain.


ᮔᮤᮀᮌᮜ᮪ᮊᮩᮔ᮪ ᮠᮚᮙ᮪ ᮓᮥᮓᮥᮒᮔᮩᮔ᮪.

Ninggalkeun hayam dudutaneun.
Meninggalkan ayam yang sedang dicabuti bulunya.
— Gambaran orang yang meninggalkan pekerjaan yang tanggung, pekerjaan yang hampir selesai.


ᮕᮥᮕᮥᮜᮥᮁ ᮙᮨᮙᮨᮂ ᮙᮔ᮪ᮒᮥᮔ᮪.

Pupulur memeh mantun.
Upah sebelum selesai.
— Meminta gaji sebelum mengerjakan tugas.


ᮞᮒᮧ ᮘᮥᮞᮔ ᮓᮌᮤᮀ, ᮏᮜ᮪ᮙ ᮘᮥᮞᮔ ᮆᮜ᮪ᮙᮥ.

Sato busana daging, jalma busana élmu.
Hewan pakaiannya daging, manusia pakaiannya ilmu.
— Hewan dinilai dari dagingnya (raganya), sedangkan manusia dinilai dari pengetahuan yang dimilikinya (pikirannya).


ᮞᮤᮛᮩᮙ᮪ ᮇᮌᮦ ᮓᮤᮒᮤᮔ᮪ᮎᮊ᮪-ᮒᮤᮔ᮪ᮎᮊ᮪ ᮒᮩᮄᮀ ᮙᮂ ᮒᮀᮒᮥ ᮍᮦᮌᮦᮜ᮪.

Sireum ogé ditincak-tincak teuing mah tangtu ngégél.
Semut juga jika diinjak-injak pasti akan menggigit.
— Orang kecil atau minoritas yang dideskriminasi meskipun lemah pasti akan melawan juga.


ᮒᮩ ᮅᮀᮌᮥᮒ᮪ ᮊᮜᮤᮔ᮪ᮓᮥᮃᮔ᮪, ᮒᮩ ᮌᮨᮓᮌ᮪ ᮊᮃᮍᮤᮔᮔ᮪.

Teu unggut kalinduan, teu gedag kaanginan.
Tak goyah oleh gempa, tak bergerak oleh angin.
— Keyakinan dan keteguhan hati yang mantap, tidak dapat dipengaruhi siapa pun.

Rabu, 17 Agustus 2022

25 Pepatah Jawa dengan Arti dan Aksara Jawa IV

Pepatah atau peribahasa Jawa mencerminkan kearifan lokal budaya Jawa yang kaya. Pepatah-pepatah ini mencakup nilai-nilai kesusilaan, kebijaksanaan, dan nasihat yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pepatah Jawa sering kali mengajak pendengar atau pembaca untuk merenungkan tindakan, sikap, atau keputusan mereka. Mari kenali 25 pepatah atau peribahasa Jawa berikut ini.


꧋ꦲꦭ​ꦧꦼꦭꦺꦴ​ꦧꦼꦕꦶꦏ꧀ꦗꦫꦤ꧀꧉​

Ala belo becik jaran.
Jelek anak kuda bagus kuda dewasanya.
— Seseorang yang masih anak-anak terlihat jelek ketika dewasa mungkin saja akan terlihat rupawan. Banyak orang yang mulai terlihat cantik/tampan ketika sudah melewati masa puber.


꧋ꦲꦭꦶꦁ​​ꦲꦭꦶꦁ​​ꦒꦺꦴꦝꦺꦴꦁ​​ꦮꦫꦶꦔꦶꦤ꧀꧉​

Aling-aling godhong waringin.
Bersembunyi di balik daun beringin.
— Seseorang yang berdalih atau menutupi sesuatu tetapi menggunakan alasan-alasan yang tidak meyakinkan atau tidak masuk akal.


꧋ꦲꦤ​ꦱꦺꦛꦶꦛꦶꦏ꧀ꦢꦶꦢꦸꦩ꧀ꦱꦼꦛꦶꦛꦶꦏ꧀​ꦲꦤ​ꦲꦏꦺꦃ​ꦢꦶꦢꦸꦩ꧀ꦲꦏꦺꦃ꧉​

Ana sethithik didum sethithik, ana akèh didum akèh.
Ada sedikit dibagikan sedikit, ada banyak dibagikan banyak.
— Penggambaran kepemimpinan yang adil dan jujur dengan membagikan hasil sesuai dengan banyaknya hal yang didapatkan (tidak melakukan korupsi atau semacamnya).


꧋ꦕꦼꦧ꧀ꦭꦺꦴꦏ꧀ꦲꦭꦸ꧉​

Ceblok alu.
Jatuh alu.
— Bekerja sama untuk suatu tujuan dengan cara berganti-gantian dalam bekerja.


꧋ꦢꦒꦁ​​ꦠꦸꦤ​ꦲꦤ꧀ꦢꦸꦩ꧀ꦧꦛꦶ꧉​

Dagang tuna andum bathi.
Berdagang rugi, membagikan laba.
— Seseorang yang tidak mementingkan keuntungan, melainkan mementingkan beramal dan berderma kepada orang banyak.


꧋ꦢꦺꦴꦚ​ꦲꦺꦴꦫ​ꦩꦸꦁ​​ꦱꦒꦺꦴꦝꦺꦴꦁ​​ꦏꦺꦭꦺꦴꦂ꧉​

Donya ora mung sagodhong kélor.
Dunia tidak hanya seluas daun kelor.
— Dunia itu tidaklah sempit. Jangan berputus asa karena dunia memiliki banyak pilihan, banyak kesempatan, dan banyak harapan.


꧋ꦢꦸꦒꦁ​​ꦢꦼꦩꦁ​꧈​​ꦲꦺꦱꦼꦩ꧀ꦩꦤ꧀ꦠꦿꦶ꧈​​ꦱꦼꦩꦸ​ꦧꦸꦥꦠꦶ꧉​

Dugang demang, èsem mantri, semu bupati.
Tendangan demang, senyuman mantri, raut wajah bupati.
— Semakin tinggi pangkat atau kedudukan seseorang, maka cara berkomunikasinya semakin terhormat dan semakin halus.


꧋ꦒꦒꦃꦏꦗꦶꦧꦃ​ꦩꦶꦁ​ꦏꦸꦃ​ꦏꦠꦼꦩ꧀ꦥꦸꦃ꧉​

꧋ꦱꦒꦃꦏꦗꦶꦧꦃ​ꦩꦶꦁ​ꦏꦸꦃ​ꦏꦠꦼꦩ꧀ꦥꦸꦃ꧉​

Gagah/sagah kajibah mingkuh katempuh.
Karena kuat/menyanggupi terkena kewajiban, karena menghindar terkena tanggung jawab.
— Seseorang yang awalnya sudah menyanggupi mampu mengerjakan suatu pekerjaan harus menyelesaikan pekerjaan tersebut sampai tuntas.


꧋ꦒꦗꦃ​ꦥꦼꦫꦁ​​ꦏꦫꦺꦴ​ꦒꦗꦃ꧈​​ꦏꦚ꧀ꦕꦶꦭ꧀ꦩꦠꦶ​ꦲꦶꦁ​​ꦠꦼꦔꦃ꧉​

Gajah perang karo gajah, kancil mati ing tengah.
Gajah berperang dengan gajah, kancil mati di tengah.
— Ketika orang besar berseteru dengan orang besar lainnya untuk memperebutkan kekuasaan, pengaruh, atau wilayah, maka yang akan tertimpa musibah adalah rakyat kecil yang sebenarnya tidak punya urusan dengan perseteruan tersebut.


꧋ꦒꦶꦫꦶ​ꦭꦸꦱꦶ​ꦗꦤ꧀ꦩ​ꦠꦤ꧀ꦏꦼꦤ​ꦲꦶꦔꦶꦤ꧀ꦤ꧉​

Giri lusi janma tan kena ingina.
Gunung, cacing, dan manusia tidak boleh dihina.
— Jangan menghina siapapun, baik yang terlihat seperti orang besar maupun yang terlihat seperti orang kecil.


꧋ꦒꦸꦪꦺꦴꦤ꧀ꦥꦫꦶꦏꦼꦤ꧉​

Guyon parikena.
Candaan tetapi mengena.
— Candaan yang sebenarnya mengisyaratkan sindiran atau petuah yang bermanfaat.


꧋ꦏꦭꦃ​ꦕꦕꦏ꧀ꦩꦼꦤꦁ​​ꦕꦕꦏ꧀꧉​

Kalah cacak menang cacak.
Kalah dicoba menang dicoba.
— Setiap pekerjaan sebaiknya dicoba sebaik mungkin terlebih dahulu, tidak perlu terlalu khawatir hasil akhirnya akan menang atau kalah, untung atau rugi.


꧋ꦏꦪ​ꦱꦸꦫꦸꦃ꧈​​ꦭꦸꦩꦃ​ꦏꦸꦫꦼꦧ꧀ꦧꦺ​ꦧꦺꦢ꧈​​ꦪꦺꦤ꧀ꦒꦶꦤꦼꦒꦼꦠ꧀ꦥꦝ​ꦫꦱꦤꦺ꧉​

Kaya suruh, lumah kurebé béda, yèn gineget padha rasané.
Seperti sirih, meski sisi bawah dan atasnya berbeda (warna), jika digigit rasanya sama saja.
— Walaupun satu dan lain hal tampak berbeda, namun pada hakikatnya adalah sama. Hal ini dapat diumpamakan juga dengan suami dan istri yang memiliki pola pikir berbeda, tetapi apapun yang terjadi di rumah tangga akan sama-sama dirasakan oleh kedua belah pihak.


꧋ꦭꦸꦮꦶꦃ​ꦧꦼꦕꦶꦏ꧀ꦥꦒꦼꦂ​ꦩꦁ​ꦏꦺꦴꦏ꧀ꦠꦶꦤꦶꦩ꧀ꦧꦁ​​ꦥꦒꦼꦂ​ꦠꦺꦩ꧀ꦧꦺꦴꦏ꧀꧉​

Luwih becik pager mangkok tinimbang pager témbok.
Lebih baik pagar mangkuk daripada pagar tembok.
— Keamanan masyarakat akan terwujud dengan baik jika satu sama lain saling membantu dan bertetangga dengan rukun, bukan dengan meninggikan dan memperkokoh pagar rumah.


꧋ꦭꦸꦁ​​ꦭꦸꦔꦤ꧀ꦥꦸꦁ​ꦒꦼꦭ꧀ꦏꦶꦢꦁ​​ꦥꦲꦸꦭ꧀꧉​

Lung-lungan punggel kidang paul.
Tanaman merampat sudah putus kijangnya kembali.
— Sesuatu yang sudah berkurang biasanya akan berkurang lagi.


꧋ꦩꦠꦶ​ꦱꦗꦿꦺꦴꦤꦶꦁ​​ꦲꦸꦫꦶꦥ꧀​​ꦲꦸꦫꦶꦥ꧀ꦱꦗꦿꦺꦴꦤꦶꦁ​​ꦥꦠꦶ꧉​

Mati sajroning urip, urip sajroning pati.
Mati di dalam hidup, hidup di dalam mati.
— Ajaran untuk mengesampingkan keduniawian dan mengutamakan kepentingan yang bersifat rohani atau jiwa.


꧋ꦩꦺꦴꦩꦺꦴꦁ​꧈​​ꦩꦺꦴꦩꦺꦴꦂ꧈​​ꦩꦺꦴꦩꦺꦴꦠ꧀꧉​

Momong, momor, momot.
Mengasuh, bergaul, menampung.
— Tiga mutu kepemimpinan, yakni mampu mengasuh dan membimbing, mampu bergaul dengan masyarakat, dan mampu menampung segala masukan, keluh kesah, dan permasalahan yang dihadapi masyarakat.


꧋ꦔꦁ​ꦱꦸ​ꦧꦚꦸ​ꦲꦶꦁ​​ꦏꦿꦚ꧀ꦗꦁ​꧉​

Ngangsu banyu ing kranjang.
Mengambil air menggunakan keranjang.
— Seseorang yang belajar tetapi ilmunya tidak dipraktikkan.


꧋ꦤꦿꦶꦩꦲꦶꦁꦥꦤ꧀ꦢꦸꦩ꧀꧉​

Nrima ing pandum.
Menerima yang dibagikan.
— Menerima dengan lapang dada segala hal yang baik atau buruk, dalam ukuran yang banyak maupun sedikit, karena semua telah digariskan oleh Tuhan YME.


꧋ꦥꦸꦚ꧀ꦗꦸꦭ꧀ꦲꦶꦁ​​ꦲꦥꦥꦏ꧀​ꦩꦿꦺꦴꦗꦺꦴꦭ꧀ꦲꦶꦁ​​ꦲꦏꦼꦉꦥ꧀꧉​

Punjul ing apapak, mrojol ing akerep.
Menonjol di antara yang umum, keluar di antara yang sering.
— Seseorang yang luar biasa di antara kawanannya yang biasa saja.


꧋ꦠꦸꦤ​ꦱꦠꦏ꧀ꦧꦛꦶ​ꦱꦤꦏ꧀꧉​

Tuna satak bathi sanak.
Kehilangan uang mendapatkan saudara.
— Walaupun keuntungan berkurang, tetapi mendapatkan saudara, kenalan, atau relasi. Misalnya mengeluarkan uang untuk menjamu seseorang kemudian orang tersebut menjadi relasi bisnis.


꧋ꦏꦼꦩꦿꦶꦱꦶꦏ꧀ꦠꦤ꧀ꦥꦏꦔꦶꦤ꧀ꦤꦤ꧀꧉

Kemrisik tanpa kanginan.
Gemerisik padahal tidak terkena angin.
— Seseorang yang selalu menonjolkan kebaikan diri, karena khawatir orang akan membicarakan keburukannya.


꧋ꦱꦼꦥꦶ​ꦲꦶꦁ​​ꦥꦩꦿꦶꦃ​ꦫꦩꦺ​ꦲꦶꦁ​​ꦒꦮꦺ꧉​

Sepi ing pamrih ramé ing gawé.
Sepi di pamrih ramai di kerja.
— Bekerja memberikan yang terbaik tanpa memikirkan imbalannya.


꧋ꦠꦺꦒ​ꦭꦫꦤꦺ꧈​​ꦲꦺꦴꦫ​ꦠꦺꦒ​ꦥꦠꦶꦤꦺ꧉​

Téga larané, ora téga patiné.
Tega sakitnya, tetapi tidak tega matinya.
— Dalam sebuah perseteruan, seseorang mungkin menginginkan lawannya merasakan keburukan atau kekalahan, tetapi sebenarnya tidak ingin lawannya tumpas atau benar-benar menderita karena masih memiliki rasa belas kasih dan persaudaraan.


꧋ꦮꦶꦠ꧀ꦠꦺ​ꦲꦝꦏꦃ​ꦮꦺꦴꦃꦲꦺ​ꦲꦝꦶꦏꦶꦃ꧈​​ꦮꦶꦠ꧀ꦠꦺ​ꦲꦝꦶꦏꦶꦃ​ꦮꦺꦴꦃꦲꦺ​ꦲꦝꦏꦃ꧉​

Wité adhakah wohé adhikih, wité adhikih wohé adhakah.
Pohonnya besar buahnya kecil, pohonnya kecil buahnya besar.
— Seseorang tidak dapat dinilai dari apa yang terlihat saja. Mungkin saja seseorang yang terlihat dari luar memiliki sesuatu yang sedikit sebenarnya memiliki sesuatu yang banyak.