Senin, 31 Maret 2025

Melihat Poster Muktamar Muhammadiyah dari Masa ke Masa

Muhammadiyah (secara harfiah bermakna "pengikut Muhammad") adalah sebuah lembaga Islam di Indonesia yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada 1912 di Yogyakarta, Hindia Belanda. Lembaga ini bergerak di bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial dengan tujuan memajukan masyarakat melalui ajaran Islam yang bersifat lebih modern dan murni. Hingga kini, Muhammadiyah telah mendirikan ribuan sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, dan panti asuhan di seluruh Indonesia.

Setiap lima tahun sekali (sebelumnya setiap tahun dan tiga tahun sekali), Muhammadiyah mengadakan muktamar atau kongres tertinggi untuk membahas kebijakan strategis, arah gerakan, serta memilih ketua umum yang baru. Sejak 1912 hingga 2024, terhitung Muhammadiyah telah melaksanakan sebanyak 48 kali. Setiap kongresnya, Muhammadiyah mengeluarkan poster sebagai keperluan penyiaran dan publikasi kepada masyarakat. Yuk intip beberapa poster Muktamar Muhammadiyah dari masa ke masa!

14-21 Maart 1930, Boekittinggi
Congres Moehammadijah ke-19


Muktamar Muhammadiyah ke-19 yang diselenggarakan di Bukittinggi pada 14-21 Maret 1930 menggambarkan dua orang di tepi pantai melihat ke arah kapal dan surya bersinar bertuliskan Muhammadiyah dalam aksara Arab. Ada gambaran rumah gadang di sisi kanan poster. Uniknya, pada judul poster ditambahkan kata "Minangkabau" yang barangkali untuk menegaskan bahwa muktamar kali ini diselenggarakan di Tanah Minangkabau.

8-16 Mei 1931, Djogja
Congres Moehammadijah ke-20


Muktamar Muhammadiyah ke-20 yang diselenggarakan di Yogyakarta pada 8-16 Mei 1931 menggambarkan sosok Pangeran Diponegoro menunjuk ke arah Masjid Gedhé Kauman dengan latar belakang Gunung Merapi yang mengeluarkan asap. Penggambaran Diponegoro digunakan untuk memperingati seabad Perang Jawa yang berlangsung pada 1825 hingga 1830. Terdapat pula tulisan Arab berbunyi "Hayya 'alal falah" yang bermakna "Marilah kita menuju kemenangan".

Sebuah keunikan lainnya, jika diamati, rangkaian huruf i-j pada kata Moehammadijah terlihat istimewa, huruf i tampak sedikit menumpang pada badan huruf j. Hal ini bukanlah kesalahan, melainkan merupakan praktik tipografi khas Belanda yang disebut diagraf atau ligatur IJ. Adakalanya kedua huruf tersebut malah disambung menjadi satu sehingga tampak seperti huruf y pada penulisan huruf miring.

1-7 Mei 1932, Makasser
Congres Moehammadijah ke-21

Muktamar Muhammadiyah ke-21 yang diselenggarakan di Makassar pada 1-7 Mei 1932 memiliki sesuatu yang istimewa. Poster ini mungkin merupakan poster muktamar satu-satunya yang menampilkan salah satu aksara Nusantara, yakni aksara Lontara, pada posternya. Tulisan tersebut tercetak ᨀᨚᨃᨛᨑᨙᨔᨛ ᨆᨘᨖᨆᨉᨗᨐ ko-ngkê-ré-sê mu-ha-ma-di-ya. Hal ini kemungkinan menimbang tingkat melek aksara Bugis-Makassar yang cukup tinggi di masa tersebut di daerah Sulawesi Selatan.

21-28 Juli 1936, Betawi
Congres Moehammadijah ke-25 (Seperempat Abad)



Muktamar Muhammadiyah seperempat abad yang diselenggarakan di Betawi (Jakarta) pada 21-28 Juli 1936 menggambarkan kereta api dan masjid kecil di belakangnya. Tak terlupa juga ada surya Muhammadiyah di langit sedang memancarkan sinarnya. Penggambaran kereta api di sini bisa dimaknai bahwa perjalanan menuju Batavia oleh peserta kongres kebanyakan menggunakan kereta api. Kereta api di Pulau Jawa sangat bisa diandalkan sebagai moda angkutan darat dan menghubungkan banyak kota besar dan kecil di seluruh Jawa.


7-12 Januari 1941, Djogja
Congres Moehammadijah ke-29

Masih segaya dengan beberapa poster sebelumnya, poster Muktamar Muhammadiyah ke-29 yang diselenggarakan di Yogyakarta pada 7-12 Januari 1941 menggambarkan petani yang sedang membajak sawah dengan dua ekor kerbau. Di sisi lain ada penggambaran industrialisasi berupa roda gigi di belakang bapak petani dan gedung besar beserta masjid di latarnya.


24-29 Dec. 1941, Poerwokerto
Congres Moehammadijah ke-30
Mirip dengan poster keluaran sebelumnya, sosok petani masih menjadi "tokoh utama" yang disorot dalam poster Muktamar Muhammadiyah ke-30 yang diselenggarakan di Purwokerto, Banyumas, pada 24-29 Desember 1941 ini. Uniknya, caping yang dikenakan oleh petani pada poster tidak seperti topi caping pada umumnya di Jawa, melainkan lebih mirip seperti caping khas Kalimantan Selatan yang disebut tanggui.


8-11 Juli 2000, Jakarta
Muktamar Muhammadiyah ke-44

Muktamar Muhammadiyah Jakarta 2000 adalah kongres pertama yang dilaksanakan pada milenium kedua tahun Masehi. Posternya memiliki kesan yang jauh lebih modern dan minimalis daripada poster-poster awal muktamar Muhammadiyah yang kaya akan unsur ilustrasi. Terlihat angka 44 berpadu dengan ikon Monumen Nasional dalam warna merah, putih, dan emas, dengan latar surya Muhammadiyah di belakangnya.

Minggu, 29 Desember 2024

25 Pepatah Sunda dengan Arti dan Aksara Sunda II

Peribahasa atau pepatah bahasa Sunda merupakan bagian penting dari budaya dan tradisi masyarakat Sunda di Indonesia. Peribahasa Sunda memuat kekayaan ungkapan, kebijaksanaan, dan nilai-nilai budi pekerti yang diajarkan turun-temurun. Melalui peribahasa, orang Sunda mampu menjaga dan melestarikan gagasan dalam kebudayaan mereka, serta mendapatkan pengetahuan dari pengalaman masa lalu untuk diterapkan di kehidupan sehari-hari. Mari kenali 25 pepatah atau peribahasa Sunda berikut ini.


ᮃᮛᮤ ᮃᮌᮙ ᮒᮦᮂ ᮊᮥᮓᮥ ᮏᮩᮀ ᮓᮛᮤᮌᮙ.

Ari agama téh kudu jeung darigama.
Kalau agama itu harus dengan adat istiadat.
— Aturan agama harus berbarengan dengan aturan adat yang berlaku dalam masyarakat.


ᮃᮞ ᮊᮌᮥᮔ᮪ᮒᮥᮛᮔ᮪ ᮙᮓᮥ, ᮊᮅᮛᮥᮌᮔ᮪ ᮙᮨᮑᮔ᮪ ᮘᮧᮓᮞ᮪.

Asa kagunturan madu, kaurugan menyan bodas.
Terasa kebanjiran madu, tertimpa kemenyan putih.
— Mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan yang luar biasa.


ᮘᮒᮧᮊ᮪ ᮘᮥᮜᮥ ᮉᮞᮤ ᮙᮓᮥ.

Batok bulu eusi madu.
Tempurung kelapa berisikan madu.
— Seseorang yang berpenampilan tidak menarik, tetapi memiliki ilmu pengetahuan atau budi pekerti yang baik.


ᮘᮨᮓᮧᮌ᮪ ᮙᮤᮔ᮪ᮒᮥᮜ᮪ ᮙᮥᮔ᮪ ᮓᮤᮃᮞᮂ ᮜᮅᮔ᮪-ᮜᮅᮔ᮪ ᮏᮓᮤ ᮞᮩᮊᮩᮒ᮪.

Bedog mintul mun diasah laun-laun jadi seukeut.
Golok yang tumpul kalau diasah lama-lama menjadi tajam.
— Seseorang yang kurang terampil pun jika rajin berlatih akan jadi terampil juga.


ᮘᮧᮌ ᮕᮤᮊᮤᮁ ᮛᮀᮊᮨᮕᮔ᮪.

Boga pikir rangkepan.
Punya pikiran yang berlapis-lapis.
— Jangan mudah percaya begitu saja kepada orang lain, harus dipikirkan dan diperika beberapa kali terlebih dahulu.


ᮎᮄ ᮓᮤ ᮠᮤᮜᮤᮁ ᮙᮂ ᮊᮥᮙᮠ ᮒᮤ ᮌᮤᮛᮀᮔ.

Cai di hilir mah kumaha ti girangna.
Air di hilir sebagaimana air di hulunya.
— Rakyat/bawahan biasanya akan mencontoh perilaku pemimpin/atasannya.


ᮓᮤᮠᮤᮔ᮪ ᮕᮤᮔᮞ᮪ᮒᮤ ᮃᮑᮁ ᮕᮤᮔᮀᮌᮤᮂ.

Dihin pinasti anyar pinanggih.
Sudah dipastikan baru ditemukan.
— Segala yang akan terjadi sesungguhnya sudah ditetapkan oleh Tuhan YME.


ᮓᮧᮌᮧᮀ-ᮓᮧᮌᮧᮀ ᮒᮥᮜᮊ᮪ ᮎᮅ, ᮌᮩᮞ᮪ ᮌᮨᮓᮦ ᮓᮤᮒᮥᮃᮁ ᮊᮥ ᮘᮒᮥᮁ.

Dogong-dogong tulak cau, geus gedé dituar ku batur.
Menyangga pohon pisang, tetapi ketika pohonnya berbuah diambil orang lain.
— Berniat menikahi seseorang dari lama, tetapi kemudian seseorang itu malah menikah dengan orang lain.


ᮆᮜ᮪ᮙᮥ ᮒᮥᮀᮒᮥᮒ᮪ ᮓᮥᮑ ᮞᮤᮃᮁ, ᮞᮥᮊᮔ᮪-ᮞᮥᮊᮔ᮪ ᮞᮊᮓᮁᮔ.

Élmu tungtut dunya siar, sukan-sukan sakadarna.
Ilmu dituntut, dunia dicari, bersenang-senang sekadarnya.
— Seseorang hendaknya menuntut ilmu, mencari harta benda, dan bersuka ria sewajarnya.


ᮄᮔ᮪ᮓᮥᮀ ᮒᮥᮀᮌᮥᮜ᮪ ᮛᮠᮚᮥ, ᮘᮕ ᮒᮀᮊᮜ᮪ ᮓᮛᮏᮒ᮪.

Indung tunggul rahayu, bapa tangkal darajat.
Ibu pangkal keselamatan, ayah pohon derajat.
— Berbakti kepada orang tua membuat anak selamat dan meraih apa yang diinginkan.


ᮜᮩᮜᮩᮞ᮪ ᮏᮩᮏᮩᮁ ᮜᮤᮃᮒ᮪ ᮒᮜᮤ.

Leuleus jeujeur liat tali.
Tali pancing lentur, tali liat (tidak mudah putus).
— Menyikapi suatu persoalan dengan pertimbangan yang matang dan bijaksana.


ᮜᮧᮘ ᮜᮥᮃᮀ ᮏᮩᮀ ᮓᮜᮥᮃᮀ.

Loba luang jeung daluang.
Memiliki pengalaman dan kertas.
— Seseorang yang mendapatkan pengetahuan dari pengalaman (praktik) dan membaca (teori).


ᮜᮧᮓᮧᮀ ᮊᮧᮞᮧᮀ ᮍᮨᮜᮨᮔ᮪ᮒᮢᮥᮀ.

Lodong kosong ngelentrung.
Ruas bambu kosong nyaring bunyinya.
— Orang yang tidak memiliki ilmu tetapi banyak bicara.


ᮙᮔᮥᮊ᮪ ᮠᮤᮘᮨᮁ ᮊᮥ ᮏᮀᮏᮀᮔ, ᮏᮜ᮪ᮙ ᮠᮤᮛᮥᮕ᮪ ᮊᮥ ᮃᮊᮜ᮪ᮔ.

Manuk hiber ku jangjangna, jalma hirup ku akalna.
Burung terbang dengan sayapnya, orang hidup dengan akalnya
— Setiap makhluk telah dilengkapi dengan kemampuan untuk melangsungkan kehidupannya.


ᮙᮦᮘᮦᮁ-ᮙᮦᮘᮦᮁ ᮒᮧᮒᮧᮕᮧᮀ ᮠᮩᮛᮩᮒ᮪.

Mébér-mébér totopong heureut.
Membuka ikat kepala yang sempit.
— Mengatur pendapatan yang kecil agar bisa mencukupi kebutuhan.


ᮙᮤᮔ᮪ᮓᮤᮍᮔ᮪ ᮘᮩᮍᮩᮒ᮪ ᮊᮥ ᮞᮝᮩᮚ᮪.

Mindingan beungeut ku saweuy.
Menghalangi wajah dengan jaring.
— Berpura-pura tidak melihat kesalahan seseorang.


ᮍᮓᮦᮊ᮪ ᮞᮎᮦᮊ᮪ᮔ, ᮔᮤᮜᮞ᮪ ᮞᮕᮣᮞ᮪ᮔ.

Ngadék sacékna, nilas saplasna.
Menebas dalam sekali tebas, menetak dalam sekali tetak.
— Berbicara apa adanya tanpa dikurangi atau dilebih-lebihkan.


ᮍᮜᮥᮀᮊᮩᮔ᮪ ᮊᮥᮚ ᮊ ᮜᮩᮝᮤ.

Ngalungkeun kuya ka leuwi.
Melemparkan kura-kura ke sungai.
— Mengembalikan seseorang ke kampung halamannya.


ᮍᮨᮓᮥᮊ᮪ ᮎᮤᮊᮥᮁ ᮊᮥᮓᮥ ᮙᮤᮠᮒᮥᮁ, ᮑᮧᮊᮦᮜ᮪ ᮏᮠᮦ ᮊᮥᮓᮥ ᮙᮤᮎᮛᮦᮊ᮪, ᮍᮌᮦᮌᮦᮜ᮪ ᮊᮥᮓᮥ ᮘᮦᮝᮛ.

Ngeduk cikur kudu mihatur, nyokél jahé kudu micarék, ngagégél kudu béwara.
Mengeduk kencur harus meminta izin, mencongkel jahe harus bicara, menggoyangkan pohon berbuah harus memberi tahu.
— Semua urusan yang menyangkut orang lain harus berlandaskan pesetujuan bersama.


ᮍᮥᮊᮥᮁ ᮊ ᮊᮥᮏᮥᮁ, ᮔᮤᮙ᮪ᮘᮀ ᮊ ᮃᮝᮊ᮪.

Ngukur ka kujur, nimbang ka awak.
Mengukur ke badan, menimbang ke tubuh.
— Harus mengenali dan menyadari kemampuan diri sendiri.


ᮞᮤᮛᮥᮀ ᮍᮜᮤᮝᮒᮔ᮪ ᮒᮥᮀᮌᮥᮜ᮪.

Sirung ngaliwatan tunggul.
Tunas tumbuh lebih tinggi dari pangkal pohon.
— Anak yang memiliki harta atau kedudukan lebih tinggi dari orangtuanya.


ᮞᮥᮜᮥᮂ ᮘᮨᮞᮨᮙ᮪ ᮇᮌᮦ ᮃᮛᮤ ᮓᮤᮃᮞᮥᮁ-ᮃᮞᮥᮁ ᮙᮂ ᮠᮥᮛᮥᮀ.

Suluh besem ogé ari diasur-asur mah hurung.
Kayu bakar basah kalau dimasukkan ke dalam api juga akan menyala.
— Orang yang sabar kalau dihina berlebihan juga akan marah.


ᮒᮎᮔ᮪ ᮃᮚ ᮔᮥ ᮍᮔ᮪ᮏᮀ ᮊ ᮕᮌᮦᮒᮧ.

Tacan aya nu nganjang ka pagéto.
Belum ada yang berkunjung ke hari lusa.
— Tidak ada yang tahu tentang apa yang terjadi di masa depan.


ᮒᮩ ᮌᮨᮓᮌ᮪ ᮘᮥᮜᮥ ᮞᮜᮙ᮪ᮘᮁ.

Teu gedag bulu salambar.
Tidak goyah walau satu bulu pun.
— Tidak takut sedikit pun akan ancaman musuh.


ᮒᮩ ᮎᮥᮉᮒ᮪ ᮊ ᮔᮥ ᮠᮤᮓᮩᮀ, ᮒᮩ ᮕᮧᮔ᮪ᮒᮦᮀ ᮊ ᮔᮥ ᮊᮧᮔᮦᮀ.

Teu cueut ka nu hideung, teu ponténg ka nu konéng.
Tidak condong pada yang hitam, tidak miring pada yang kuning.
— Memperlakukan semua kalangan dengan adil dan tidak pilih kasih.


Catatan:

Aksara Sunda digital yang tertulis di sini mungkin memiliki masalah pengurutan aksara rarangkén panéléng (bunyi é) yang seharusnya berada di depan/kiri aksara ngalagena, bukan di belakang/kanannya.

Rabu, 28 Agustus 2024

Pilihan Peranti Lunak Gratis untuk Merancang Fontasi

Di era digital yang semakin berkembang, kebutuhan akan desain huruf atau fontasi menjadi semakin penting, baik untuk keperluan pengembangan merek, penerbitan, desain grafis, maupun pelestarian bahasa dan aksara lokal. Merancang fontasi secara mandiri kini semakin memungkinkan dengan adanya berbagai peranti lunak gratis yang menawarkan fitur lengkap serta antarmuka yang cukup ramah pengguna, khususnya bagi pemula yang sedang mencoba hal baru. Ada beberapa peranti lunak gratis yang mungkin dapat Anda manfaatkan untuk menciptakan fontasi pertama Anda, berikut di antaranya.

FontForge
FontForge adalah salah satu peranti lunak sumber terbuka alias open source yang paling banyak dikenal dalam dunia tipografi saat ini. Perangkat ini mendukung berbagai format font seperti TrueType (TTF), OpenType (OTF), dan PostScript. Meskipun tampilannya terkesan ketinggalan zaman dibandingkan dengan perangkat lunak yang lebih modern, FontForge tetap menjadi pilihan utama karena kestabilannya dan kelengkapan fiturnya, termasuk kemampuan pengeditan vektor dan fitur skrip untuk automasi. Pengguna yang sudah terbiasa dengan dunia desain grafis atau memiliki latar belakang teknis akan melihat FontForge dari segi fleksibilitasnya dalam merancang fontasi yang rumit maupun aksara-aksara tradisional yang unik.

Unduh FontForge lewat sini:
fontforge.org/en-US/downloads

Glyphr Studio
Sementara itu, bagi mereka yang mencari peranti yang lebih ringan dan mudah digunakan, Glyphr Studio dapat menjadi alternatif nan menarik. Berbeda dengan FontForge, Glyphr Studio merupakan peranti berbasis situs web yang tidak memerlukan pemasangan pada komputer, sehingga sangat praktis bagi pengguna non-profesional atau pemula yang ingin coba-coba dan belajar merancang huruf. Antarmukanya yang modern dan intuitif membuat proses desain terasa menyenangkan. Namun, karena fokusnya pada kemudahan akses, Glyphr Studio masih memiliki keterbatasan dalam hal fitur lanjutan seperti pengaturan penjarakan huruf, sehingga lebih cocok digunakan untuk proyek fontasi yang sederhana.

Kunjungi situs Glyphr Studio di:
www.glyphrstudio.com

BirfFont
Peranti lunak lainnya yang juga cukup populer adalah BirdFont. BirdFont menyediakan antarmuka yang rapi dan ramah pengguna, dengan fitur desain berbasis vektor yang mendukung pembuatan karakter dari awal maupun modifikasi karakter yang sudah ada. Aplikasi ini juga mendukung ekspor ke berbagai format font seperti TTF dan EOT, serta memungkinkan impor dari file SVG, yang sangat berguna bagi desainer yang bekerja dengan ilustrasi atau grafis berbasis vektor. BirdFont utamanya dapat diunduh dan digunakan secara gratis, tetapi ada beberapa fitur tambahan yang khusus diberikan kepada penggunaan komersial dengan harga yang miring. Perangkat ini sangat cocok bagi desainer perseorangan maupun komunitas yang ingin mengembangkan desain fontasi khusus.

Unduh BirdFont lewat sini:
birdfont.org/download

FontStruct
Salah satu peranti lunak yang cukup sering mendapat perhatian adalah FontStruct, sebuah layanan berbasis web yang memungkinkan pengguna untuk merancang fontasi menggunakan sistem modular berbasis grid, mirip sebuah permainan digital. FontStruct menggunakan pendekatan membangun huruf dari bentuk-bentuk geometris sederhana, yang menjadikannya sangat cocok untuk pemula, pendidik, atau bahkan anak-anak yang ingin memahami dasar-dasar bentuk huruf. Setelah desain selesai, pengguna bisa mengunduh hasil fontasi dalam format TrueType. Kelebihan lain dari FontStruct adalah adanya komunitas daring yang aktif berbagi dan mendiskusikan desain huruf, menjadikannya tempat belajar yang ramah dan membangun. Namun, kekurangannya adalah keterbatasan dalam hal fleksibilitas desain, terutama jika dibandingkan dengan peranti lunak vektor seperti FontForge atau BirdFont yang memungkinkan pengguna dengan bebas menggoreskan garis ke dalam bentuk-bentuk yang eksploratif.

Kunjungi situs FontStruct di:
fontstruct.com

Calligraphr
Tak kalah menarik ada Calligraphr, yang menawarkan pendekatan berbeda dari kebanyakan peranti lunak lainnya yang sudah disebutkan di atas. Calligraphr memungkinkan pengguna mengubah tulisan/gambaran tangan mereka sendiri menjadi fontasi digital. Cara kerjanya sangat mudah: (1) pengguna mengunduh dan mencetak kertas templat (sebenarnya bisa juga langsung diedit secara digital), (2) mengisi masing-masing kotak kosongnya sesuai dengan karakter, dan kemudian (3) memindai dan mengunggahnya kembali ke situs. Dari sini, sistem Calligraphr akan mengubah karakter-karakter tulisan tangan itu menjadi berkas fontasi yang bisa diunduh dan digunakan secara digital. Versi gratisnya sudah cukup mengesankan untuk kebutuhan dasar dan main-main, meskipun versi berbayarnya menawarkan lebih banyak kontrol seperti ligatur dan karakter alternatif. Calligraphr sangat cocok untuk desainer yang ingin menciptakan kreasi fontasi dengan nuansa identitas dan ekspresi pribadi, atau untuk proyek kreatif seperti undangan, komik, hingga penciptaan merek.

Kunjungi situs Calligraphr di:
www.calligraphr.com

BitFontMaker2
Terakhir, ada juga BitFontMaker2, sebuah alat daring yang dirancang khusus untuk membuat fontasi bergaya piksel. Sarana ini memungkinkan pengguna menggambar langsung pada kotak-kotak piksel untuk membentuk huruf, dan hasilnya bisa diunduh sebagai fontasi berformat TrueType. BitFontMaker2 ideal bagi mereka yang tertarik membuat fontasi retro bergaya 8-bit, misalnya untuk permainan digital, proyek seni dan desain, atau tampilan grafis bernuansa 1970-an. Walaupun sangat terbatas dalam hal keluwesan desain—karena hanya mendukung gaya piksel—perangkat ini menawarkan cara cepat dan menyenangkan untuk merancang bentuk huruf secara sederhana.

Kunjungi situs BitFontMaker2 di:
www.pentacom.jp/pentacom/bitfontmaker2

Sabtu, 11 Mei 2024

Perjalanan Lintas Waktu Tipografi Stasiun Tugu

Pada bulan April 2024, begitu saya turun dari Ranggajati di Stasiun Yogyakarta, mata saya langsung tertuju pada suatu papan tanda yang mungkin tidak banyak orang amati. Papan tanda itu adalah papan nama Stasiun Yogyakarta Pintu Timur (keberangkatan kereta api jarak jauh) yang bertuliskan “Jogjakarta”. Untuk pertama kalinya, saya menyadari bahwa fontasi yang digunakan pada papan nama itu sudah diganti dengan yang baru, menggunakan fontasi Arial khas dunia percetakan yang “asal cepat jadi”. Hanya beberapa hari sebelumnya, tulisan masihlah menggunakan desain yang lama. Saya langsung menyayangkan hal tersebut; bukan hanya karena penggunaan fontasi Arial yang terkesan tidak memiliki cita rasa, tetapi juga tergantikannya tipografi lama stasiun Yogyakarta yang ikonik dan memiliki nilai sejarah.

Sebelum digantikan, tipografi lama pada stasiun Yogyakarta menggunakan fontasi bergaya Seni Deko (Art Deco) dengan desain melonjong dan orientasi melebar ke samping; belum teridentifikasi nama fontasi yang digunakan atau malah merupakan sebuah karya kustom. Jika dipandang, corak tipografi ini seirama dengan keseluruhan tema arsitektur Stasiun Yogyakarta yang modern tetapi memiliki sentuhan dekorasi cantik di berbagai sudutnya. Kesemua huruf di papan nama lama disetel kapital dan diakhiri dengan satu tanda titik. Penambahan tanda titik pada papan nama stasiun adalah pengaturan yang tidak lumrah dan barangkali menjadi bernilai keunikan tersendiri. Tanda titik mungkin ditambahkan oleh pembuatnya agar tampak lebih seimbang antara sisi kanan dan sisi kiri dari keseluruhan bentang papan nama.

Dari penelusuran sumber-sumber fotografi lintas zaman, sejak didirikan pada 1887, Stasiun Yogyakarta atau yang juga dikenal sebagai Stasiun Tugu telah mengganti papan namanya berkali-kali. Catatan: tahun-tahun di bawah ini adalah tahun foto diambil atau dipublikasikan dan bukan merupakan tahun berubahnya papan nama stasiun Yogyakarta.

1886
Stasiun Yogyakarta atau Stasiun Tugu terlihat belum dipasangi papan nama. Bentuk gedungnya juga terlihat berbeda dengan yang kita kenali saat ini.

Foto Stasiun Yogyakarta atau Stasiun Tugu pada kurun waktu 1886, koleksi Rijksmuseum.

1935
Stasiun Yogyakarta atau Stasiun Tugu masih belum dipasangi papan nama. Akan tetapi, bentuk gedungnya sudah sama dengan yang kita kenali saat ini.

Stasiun Yogyakarta pada 1935. Foto dari Wikimedia Commons.

1972
Stasiun Yogyakarta telah memiliki papan nama yang tipografinya hampir sama dengan tipografi yang dikenal selama ini, tetapi dengan bentuk huruf yang lebih tegas dan bersudut. Media tipografi juga terlihat berbeda, menggunakan bidang logam yang dipasang ke dinding. Ejaan yang digunakan adalah “Jogjakarta” (terbaca Yogyakarta).

Foto tampak depan Stasiun Yogyakarta dan sebuah lokomotif. Foto oleh Frank Stamford.

1980
Tipografi papan nama Stasiun Yogyakarta berganti ke jenis huruf berkait (serif) dengan warna emas dan berlatar gelap. Ejaan yang digunakan tidak lagi “Jogjakarta” melainkan menggunakan huruf Y menjadi “Yogyakarta”. Penyesuaian ejaan ini mungkin dilakukan untuk berseleras dengan Ejaan yang Disempurnakan.

Stasiun Yogyakarta pada 1980. Foto oleh Agustin Wouters via akun Twitter ikirizky__.

2000-an Awal (?)
Papan nama Stasiun Yogyakarta berganti dengan tampilan fontasi berjenis nirkait (sans-serif). Kemungkinan papan ini adalah format pakem yang juga diterapkan di stasiun-stasiun lain, lengkap dengan logo KAI lama dan angka ketinggian stasiun di atas permukaan air laut. Ejaan yang digunakan adalah “Yogyakarta”.

Tidak ada informasi waktu pada foto di atas, tetapi kemungkinan pada permulaan tahun 2000-an.
Sumber foto dari Salimah Nur.

2008
Tipografi papan nama Stasiun Yogyakarta kembali berganti. Ejaan yang digunakan kembali ke “Jogjakarta”. Rancangan utamanya terlihat mengambil inspirasi dari papan nama yang pernah digunakan pada 1970-an. Huruf-hurufnya tidak terlalu timbul dan langsung menempel ke permukaan dinding tanpa adanya papan yang menjadi alas. Tipografi ini tampaknya merupakan desain yang bertahan hingga tahun 2024 dengan beberapa kali peremajaan.

Wajah Stasiun Yogyakarta pada 2008, terdapat dua papan nama.
Foto oleh Masgatotkaca.
Terdapat papan tambahan di bagian atas bertuliskan “Stasiun Yogyakarta”. Pada foto ini digunakan dua ejaan yang berbeda secara bersamaan.

Stasiun Yogyakarta 2013, foto oleh Crisco 1492.
2024
Fontasi papan nama Stasiun Yogyakarta yang telah digunakan beberapa tahun terakhir diganti ke fontasi Arial berwarna oranye. Hal ini merupakan salah satu dampak dari proyek “beautifikasi” alias pemugaran Stasiun Yogyakarta pada tahun 2024 yang berupaya memperindah berbagai aspek arsitektural dan tata letak stasiun ini.

Fasad Stasiun Yogyakarta pada 2024 setelah bagian papan namanya mendapatkan "beautifikasi".
Sumber foto dari akun Twitter Tirta Cipeng.
Penggantian gaya tipografi papan nama stasiun ini sempat ramai diperbincangkan di media sosial lantaran dianggap tidak selaras dengan kesatuan arsitektur bangunan. Jalur5, media dan komunitas seputar angkutan kereta api, juga memberitakan penggantian ini. Penggunaan fontasi Arial yang tampak wagu di antara unsur bangunan lawas menjadi pokok utama yang hangat dibicarakan. Jika menghendaki desain tipografi yang modern, pihak KAI sebenarnya bisa memanfaatkan fontasi korporat yang telah jamak digunakan untuk keperluan papan petunjuk jalan di area stasiun, yakni Circular Std.

2024 Terbaru
Setelah mendapatkan masukan dari warganet dan mungkin pihak-pihak lainnya, tidak selang berapa lama, papan nama Stasiun Yogyakarta kembali diubah. Namun kali ini rancangan papan nama tidak mengikuti desain tipografi sebelumnya yang digunakan pada contoh 1972 atau 2008 di atas, melainkan memanfaatkan desain yang sudah lama terpajang di bagian dalam Stasiun Yogyakarta.

Tampak depan Stasiun Yogyakarta terbaru yang bertahan hingga saat ini.
Sumber foto @hrpsatya. 
Desain sama persis mengacu pada tipografi papan nama bagian dalam Stasiun Yogyakarta yang bertuliskan “Yogyakarta”, tulisan berukuran besar yang akan terbaca begitu kereta memasuki area stasiun. Tulisan ini dipasang menempel ke dinding atas kawasan pertokoan dekat ruang tunggu penumpang. Rancangan fontasi terlihat tipis dan membulat dengan rupa huruf Y yang unik. Rancangan ini merupakan pilihan yang lebih bijaksana daripada menggunakan fontasi Arial yang sebelumnya dipakai.

Selingan

Keunikan bentuk huruf Y kapital yang agak terlihat seperti huruf y kecil pada tipografi papan nama Stasiun Yogyakarta kemungkinan besar diakibatkan oleh pergantian ejaan.

Huruf Y pada papan nama ini kemungkinan besar dulunya adalah huruf J yang kemudian diberi lengan tambahan,
menyesuaikan perubahan ejaan bahasa Indonesia dari huruf J → Y. Foto oleh akun Twitter @riloop.

Jika diamati lebih dekat, huruf Y pada papan nama di bagian dalam stasiun memiliki tambahan lengan yang tidak terlihat tertempel sempurna. Hal tersebut dapat dijadikan landasan bahwa tulisan mula-mulanya adalah “Jogjakarta” (menggunakan huruf J), tetapi kemudian mendapatkan lengan tambahan sehingga huruf J akan terbaca sebagai huruf Y. Penyesuaian tersebut dilakukan kemungkinan untuk menanggapi perubahan ejaan bahasa Indonesia dari Ejaan Republik yang masih kebelanda-belandaan ke Ejaan yang Disempurnakan (EYD).

Desain tipografi sering kali mampu menandai sebuah zaman. Kita bisa mengetahui kapan sebuah desain tipografi diciptakan atau era apa yang menginspirasinya. Penggunaan ulang desain tipografi warisan terdahulu untuk papan nama Stasiun Yogyakarta dapat dipahami sebagai upaya untuk mengingat dan menghadirkan kembali citra yang lebih sesuai dengan gaya arsitektur keseluruhan bangunan yang klasik. Dekorasi, kaca patri, tipografi, dan semua unsur menyatu bercerita kepada siapa yang mau melihat lebih dekat untuk melalui sebuah perjalanan waktu ketika memasuki Stasiun Tugu.

Minggu, 18 Februari 2024

Sejarah Ejaan Latin Bahasa Madura

Bahasa Madura merupakan bagian yang tak terpisahkan dari warisan budaya masyarakat Madura. Bahasa rumpun Austronesia ini merupakan salah satu dari sedikit bahasa di Indonesia yang memiliki tradisi tulis yang kuat. Dalam sejarahnya, masyarakat Madura telah melahirkan banyak karya sastra yang ditulis dalam aksara Madura (aksara turunan dari aksara Jawa yang dimodifikasi) dan juga aksara Pèghu (aksara turunan dari aksara Arab yang dimodifikasi). Meskipun demikian, kedua aksara tersebut telah jarang digunakan. Saat ini bahasa Madura hampir keseluruhannya ditulis menggunakan aksara Latin, mengikut kebiasaan nasional Indonesia yang menggunakan alfabet ini.

Aksara Latin untuk bahasa Madura diperkenalkan sejak zaman penjajahan Belanda. Penulisan bahasa Madura menggunakan ejaan Latin pertama kali tercatat dalam buku karya H.N. Kiliaan, Madoereesch Spraakkunst (Tata Bahasa Madura) yang terbit pada 1897. Hal ini sekaligus menandakan titik permulaan penggunaan aksara Latin untuk menuliskan bahasa Madura yang sebelumnya lebih umum ditulis dalam aksara Carakan Madhurâ atau Pèghu (Pegon). Carakan Madhurâ diadopsi dari aksara Jawa (Hanacaraka) dan Peghu atau Pèghun (Pegon) diadopsi dari aksara Arab dengan menambahkan beberapa huruf untuk mewakili bunyi yang dijumpai dalam bahasa Madura.

Pada abad ke-20, penulisan ejaan Latin untuk bahasa Madura semakin berkembang dengan adanya Practisch Madurees–Nederlands Woordenboek yang diterbitkan pada 1913, sebuah kamus yang cukup panjang karya P. Penninga dan H. Hendriks. Mereka menggunakan ejaan bahasa Madura yang berbeda dengan milik Kiliaan.

Upaya pembuatan dan pembakuan ejaan bahasa Madura selanjutnya datang berpuluh tahun kemudian yang diprakarsai oleh orang-orang Madura sendiri. Lokakarya atau sarasehan bahasa Madura di Pamekasan yang diselenggarakan pada tanggal 28-29 Mei 1973 merumuskan “Ejaan Bahasa Madura yang Disempurnakan.” Pembakuan ini berisi pedoman penulisan huruf dan kata dalam bahasa Madura yang salah satunya menjadi acuan untuk pengajaran di sekolah-sekolah Madura. Pedoman ini kemudian mengalami beberapa kali revisi sejak dirumuskan pertama kali, yakni pada 1992 dan 2002. Sementara itu, Kongres Bahasa Madura I yang digelar pada 15-18 Desember 2008 di Pamekasan mengusulkan agar ejaan bahasa Madura kembali diperbaiki. Pedoman umum Ejaan Bahasa Madura Yang Disempurnakan Edisi Revisi terbit pada 2012 di Sumenep yang menjadi pembaharu untuk ejaan keluaran 2002.

Di sisi lain, pada 1998 (atau 1988?), para begawan bahasa Madura, M. Irsyad, Muchram, Hawari, dan R. K. Krisnadi pernah mengusulkan ejaan yang bernama Ejaan Madura Tepat Ucap atau disingkat EMTU melalui terbitan makalah. Ejaan ini menyoroti keunikan-keunikan fonem bahasa Madura yang diwujudkan dalam penggunaan aksen pada huruf-huruf tertentu. Tata tulis EMTU diperbarui lagi pada tahun 2004 dan telah digunakan di beberapa kamus bahasa Madura, salah satunya Kamus Lengkap Bahasa Madura Indonesia oleh Adrian Prawira.

Perbandingan ejaan dari waktu ke waktu:

* Ṭṭ digunakan di Kamus Lengkap Bahasa Madura Indonesia (Adrian Pawitra, 2009) dan Kamus Bahasa Madura-Indonesia karangan Tim Pakem Maddhu (2008), sedangkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Madura Yang Disempurnakan Edisi Revisi (2012) menggunakan konsonan rangkap “th” untuk simbol yang berbunyi /ʈ/ seperti pada kottha, ketthok, dan thongthong.

Pada zaman sekarang, penulisan ejaan Latin bahasa Madura masih perlu disosialisasikan lantaran masyarakat umum masih enggan menuliskan aksen atau diakritik khas bahasa Madura. Padahal, penggunaan diakritik khas bahasa Madura ini tidak hanya menentukan ketepatan bacaan tetapi juga bisa menjadi ciri khas dari tulisan berbahasa Madura.

Referensi:
Kiliaan, H.N. Madoereesch-Nederlandsch Woordenboek (1904)
Pawitra, Adrian. Kamus Lengkap Bahasa Madura Indonesia (2009)
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Madura Yang Disempurnakan Edisi Revisi (2012)

Artikel ini ditulis berdasarkan kiriman Wikimedia Indonesia di media sosial dengan perubahan-perubahan.

Kamis, 11 Januari 2024

25 Pepatah Sasak dengan Arti dan Aksara Sasak I

Peribahasa atau pepatah biasanya berupa kalimat pendek yang mengandung maksud tertentu dan telah lama digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Dalam kebudayaan Sasak, Nusa Tenggara Barat, pepatah (disebut sesenggak ᬲᭂᬲᭂᬂᬕᬓ᭄) biasanya mengandung nasihat atau pelajaran yang berharga, serta menggambarkan pengalaman hidup dan kebijaksanaan yang telah diwariskan dari masa ke masa. Pepatah adalah bagian penting dari budaya Sasak yang digunakan untuk menyampaikan pesan secara ringkas namun kuat dalam suatu pembicaraan atau tulisan. Berikut 25 contoh pepatah Sasak disertai dengan arti bahasa Indonesia dan aksara Jejawan Sasak-nya.


ᬳᬳᬶ​ᬅ᭄ᬫᭂᬦᬾᬂ​​ᬢᬸᬜ᭄ᬚᬸᬂ​​ᬢᬶᬮᬄ​ᬳᭂᬫ᭄ᬧ​ᬅ᭄ᬩᬳᬸ᭟

Aiq menéng tunjung tilah empaq bau.
Air jernih, teratai utuh, ikan tertangkap.
— Mencapai suatu tujuan tanpa membuat keributan atau menganggu pihak lain.


ᬳᬳᬶ​ᬅ᭄ᬲᭂᬕᬭᬩᬳᬾᬳᬶᬦᬶᬅ᭄ᬲᬢ᭄᭟

Aiq segare baè iniq sat.
Air laut saja bisa surut.
— Penghidupan atau rezeki itu tidak selalu sama setiap harinya.


ᬳᬮᬸᬃᬤᭂᬗᬦ᭄ᬫᬳᬸᬅ᭄ᬢᭂᬗ᭄ᬓᭀᬭᭀᬂᬳᬶᬢᬫᬳᬸᬅ᭄ᬳᬶᬲᬶ᭟

Alur dengan mauq tengkorong ite mauq isi.
Biarlah orang mendapat kulit kita mendapat isi.
— Ajakan untuk tidak ikut berbuat sesuatu yang buruk, dan tetap tertuju kepada perbuatan baik.


ᬳᬗ᭄ᬓᬢ᭄ᬳᬾᬦ᭄ᬤᬾᬩᬦᬶᬩᭂᬢᬢᬸ᭟

Angkat èndè bani betatu.
Mengangkat perisai berarti berani terluka.
— Seseorang harus berani menanggung perbuatan yang dilakukan.


ᬳᬭᬅ᭄ᬧᬦᬲ᭄ᬧᬲ᭄ᬢᬶᬳᬭᬅ᭄ᬳᬸᬚᬦ᭟

Araq panas pasti araq ujan.
Ada panas pasti ada pula hujan.
— Suka dan duka datang silih berganti dalam hidup.


ᬳᬭᬅ᭄ᬩᭂᬢᬶᬫᬸᬅ᭄ᬳᬭᬅ᭄ᬩᭂᬩᬢ᭄᭟

Araq betimuq araq bebat.
Ada yang ke timur, ada pula yang ke barat.
— Manusia mengerjakan beraneka macam hal untuk mencari penghidupan.


ᬳᬭᬅ᭄ᬢᭂᬮᬸᬳᬭᬅ᭄ᬳᭂᬫ᭄ᬧᬢ᭄᭟

Araq telu araq empat.
Ada tiga ada empat.
— Berawal dari yang sedikit bisa berkembang ke sesuatu yang lebih banyak.


ᬩᬩᬃᬕᬯᬄᬩᬩᬃᬕᬸᬩᬸᬂᬩᬭᬸᬅ᭄ᬩᭂᬢᭂᬫ᭄ᬧᬸᬄ᭟

Babar gawah babar gubung baruq betempuh.
Melalui rimba melalui gunung barulah bertemu.
— Untuk mencapai keberhasilan dibutuhkan runtutan perubahan dan pengorbanan.


ᬩᬗ᭄ᬓᭂᬲ᭄ᬤᬤᬲᬶᬅ᭄ᬫᬓᭀᬫᬳᬶᬅ᭄᭟

Bangkes dade siq mako maiq.
Sesak napas oleh tembakau enak.
— Seseorang yang memikirkan sisi nikmatnya saja, tanpa memikirkan akibat buruknya.


ᬩᬋᬂᬩᭂᬚᬸᬓᬸᬂᬩᬋᬂᬩᭂᬩᭀᬲ᭟

Bareng bejukung bareng bebose.
Bersama bersampan, bersama mendayung.
— Berusaha secara bersama-sama.


ᬘᭀᬯᬾᬅ᭄ᬩᬢᬸᬕᭂᬦᭂᬂᬩᭂᬲᬶ᭟

Cowéq batu geneng besi.
Cobek batu, lesung besi.
— Tidak merasa khawatir dengan kegagalan karena sudah direncanakan dan dipersiapkan yang matang.


ᬓᭂᬮᬶᬯᬢ᭄ᬧᬶᬦ᭄ᬢᭂᬃᬧᬬᬸᬩᭀᬗᭀᬄ᭟

Keliwat pinter payu bongoh.
Terlalu pandai akhirnya bodoh.
— Persoalan yang sesungguhnya kecil tetapi diselesaikan secara berbelit-belit dan rumit.


ᬓᭂᬤᬶᬅ᭄ᬓᭂᬤᬶᬅ᭄ᬫᬲᬶᬦ᭄ᬮᬕᬸᬅ᭄ᬫᭂᬭᬲ᭟

Kediq-kediq masin laguq merase.
Sedikit asin tetapi terasa.
— Walaupun kecil atau sedikit tetapi memiliki manfaat dan peran tertentu.


ᬳᭂᬦ᭄ᬤᬅ᭄ᬚᬳᬸᬅ᭄ᬳᬧᬶ᭞ᬩᬕᬸᬲᬦ᭄ᬚᬳᬸᬅ᭄ᬳᬳᬶᬅ᭄᭟

Endaq jauq api, bagusan jauq aiq.
Jangan membawa api, lebih baik membawa air.
— Jangan menjadi orang yang menyulut perkara, tetapi lebih baik menjadi orang yang membawa pemecahan masalah dan perdamaian.


ᬳᭂᬦ᭄ᬤᬅ᭄ᬓᭂᬭᬶᬲᬅ᭄ᬧᬕᭂᬃᬤᭂᬗᬦ᭄ ᬓᭂᬭᬶᬲᬅ᭄ᬚᬸᬮᬸᬅ᭄ᬧᬕᭂᬃᬫᬾᬲᬅ᭄᭟

Endaq kerisaq pager dengan, kerisaq juluq pager mésaq.
Jangan memperbaiki pagar orang, perbaiki dulu pagar milik sendiri.
— Jangan berusaha membetulkan kesalahan orang, tetapi betulkan dahulu kesalahan sendiri.


ᬜᬶᬳᬸᬃᬢᭀᬯᬅ᭄ᬮᬸᬯᬾᬅ᭄ᬳᬦ᭄ᬲᬦ᭄ᬢᭂᬦ᭄᭟

Nyiur toaq luèqan santen.
Kelapa tua lebih banyak santannya.
— Orang yang lebih tua lebih banyak pengalamannya.


ᬧᬳᬶᬢ᭄ᬧᬳᬶᬢ᭄ᬩᬸᬯᬅ᭄ᬧᭂᬭᬶᬬᬫᬲᬶᬳᬭᬅ᭄ᬩᬳᬸᬦ᭄ᬢᭂᬍᬦ᭄᭟

Pait-pait buaq peria masi araq baun telen.
Meski pahit rasa buah pare, tetapi masih bisa ditelan.
— Meski ucapan atau nasehat seseorang kadang menyakitkan hati, tetapi bisa mendatangkan keuntungan dan kebaikan bagi semua pihak.


ᬧᬭᬦ᭄ᬧᬸᬲᬓᬳᭂᬦ᭄ᬤᬾᬅ᭄ᬳᬶᬦᬶᬅ᭄ᬩᬶᬄ᭟

Paran pusake endèq iniq bih.
Dikira harta benda/warisan tak bisa habis.
— Harta benda berapa pun banyaknya bisa habis jika tidak dijaga dan digunakan secara bijaksana.


ᬧᭂᬧᬤᬸᬧᬶᬮᬾᬅ᭄ᬢᬦ᭄ᬤᬶᬂ᭟

Pepadu pilèq tanding.
Jagoan memilih tanding.
— Orang yang sudah berkemampuan tinggi tidak mau sembarangan memilih lawan. Ia akan memilih lawan yang setimpal.


ᬲᬫ᭄ᬧᬶᬩᭂᬢᬮᬶᬧᭂᬧᬶᬢ᭄ᬫᬦᬸᬲ᭄ᬬᬩᭂᬢᬮᬶᬭᬳᭀᬲ᭄᭟

Sampi betali pepit manusie betali raos.
Sapi terikat tali, manusia terikat tutur katanya.
— Baik buruknya manusia bisa ditentukan oleh lisannya.


ᬲᬶᬧᬢ᭄ᬳᭂᬫ᭄ᬧᬅ᭄ᬧᭂᬲᭀᬧᭀᬅ᭄ᬤᬶᬭᬶᬅ᭄᭟

Sipat empaq pesopoq diriq.
Sifat ikan yang berkumpul.
— Memiliki rasa setia kawan dan persatuan yang tinggi.


ᬲᬶᬮᭀᬅ᭄ᬭᬳᬾᬓᭂᬢᭂᬫ᭄ᬧᭀᬓᬭᬂ᭟

Siloq raè ketempo karang.
Terbakar jerami terlihat batu karang.
— Rahasia walaupun disembunyikan lambat laun akan terbuka.


ᬳᭂᬫ᭄ᬩᬾᬳᬦᬶᬂᬚᬳᬸᬫ᭄ ᬳᬶᬬᬳᬦᬶᬂᬩᭂᬦᬂ᭟

Embè aning jaum, iye aning benang.
Ke mana arah jarum ke sana pula arah benang.
— Rakyat akan mengikuti pemimpinnya jika berlaku adil dan bijaksana.


ᬢᬸᬮᬸᬲ᭄ᬓᬭᬂᬚᬭᬶᬳᬧᬸᬄ᭟

Tulus karang jari apuh.
Biarlah karang menjadi kapur.
— Seseorang yang memiliki keteguhan hati untuk mencapai tujuan dan cita-citanya.


ᬳᬸᬓᬸᬃᬮᬗᬶᬢ᭄ᬓᬤᬸᬢᬶᬚᭀᬅ᭄᭟

Ukur langit kadu tijoq.
Mengukur langit dengan telunjuk.
— Hanya menggunakan perasaan saja, tanpa menggunakan akal sehat.


Jika terdapat salah ejaan bahasa Sasak, baik aksara Latin maupun aksara Sasaknya, mohon kesediaan hati untuk membetulkan dengan mengirimkan pesan di kolom komentar. Terima kasih banyak.


Sabtu, 16 Desember 2023

Belajar Aksara Ogan

Sumbagsel alias Sumatera Bagian Selatan merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang menyimpan kekayaan susastra. Di wilayah ini, aksara turunan Kawi berkembang ke dalam banyak ragam yang memiliki sedikit perbedaan satu sama lain. Walaupun berbeda-beda, terdapat istilah payung untuk menyebut keseluruhan rumpun aksara di wilayah selatan pulau Sumatera ini. Istilah tersebut dikenal dengan aksara Ulu atau kadang juga disebut sebagai Kaganga (diambil dari tiga huruf pertama). Beberapa anggota rumpun aksara Ulu meliputi aksara Lampung, aksara Rejang, aksara Incung, dan yang akan dibahas dalam tulisan ini, yaitu aksara Ogan.

Aksara Ogan adalah tulisan yang dikenal oleh masyarakat Ogan di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Ogan Komering Ilir, dan Ogar Ilir di Sumatera Selatan dan sebagian wilayah Lampung. Akan tetapi, aksara Ogan sesungguhnya tidak terbatas pada suku Ogan saja, melainkan adalah aksara yang dikenal oleh empat suku yang mendiami lembah sungai Ogan, yaitu suku Ogan sendiri, suku Penesak, suku Rambang, dan suku Pegagan. Aksara ini pada zaman dahulu umum ditulis menggunakan media alami seperti bambu, kulit kayu, dan sebagainya.

Berkenalan dengan Aksara Ogan
Aksara Ogan terdiri dari 23 aksara dasar dan 8 aksara sandang. Aksara dasar secara bawaan memiliki bunyi vokal ê pepet atau schwa (seperti pada kata sêdap). Hal ini unik mengingat aksara Nusantara lainnya umumnya memiliki bunyi bawaan a, bukan ê pepet, sekalipun dalam aksara Bali yang bahasanya memiliki logat ê pepet. Sementara itu, aksara sandang berfungsi untuk mengubah bunyi bawaan tadi menjadi bunyi-bunyi lainnya atau menghilangkan bunyi (menyisakan huruf mati saja). Selengkapnya lihat poster di bawah ini.

Sebagai catatan, aksara Ogan tidak membedakan bunyi u dan o sehingga penulisannya disamakan. Hal lainnya, kemungkinan bunyi i dan é (bunyi e seperti pada kata enak) juga disamakan karena penyamaan ini lebih lazim dalam bahasa-bahasa di Nusantara daripada menyamakan bunyi ê pepet dengan bunyi é. 

Papan nama Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ogan Komering Ulu menampilkan aksara Ogan, foto dari Google Maps.

Tindakan lanjut
Aksara Ogan perlu diteliti lebih lanjut sehingga aturan penulisan aksara dan lain-lain dapat diselaraskan dengan bukti-bukti naskah terdahulu. Hal ini penting karena terdapat beberapa ketidakbiasaan jika dibandingkan dengan aksara-aksara kerabat. Beberapa itu meliputi, (1) bunyi vokal bawaan ê pepet dan bukan a sehingga (2) memiliki aksara sandang a secara khusus; (3) terdapat contoh-contoh penggunaan menyamakan bunyi ê pepet dan é, hal ini kemungkinan besar terganggu kerangka berpikir aksara Latin; (4) aksara Ogan tidak bisa menggabungkan aksara sandang. Penggabungan aksara sandang di aksara Nusantara lainnya sangat wajar ditemukan, sebagai contoh suku kata “kung” dapat dibuat dengan huruf dasar ka + sandangan u + sandangan ng. Hal ini tidak bisa dilakukan dengan aksara Ogan, jadi untuk menuliskan “kung” harus ditulis dengan huruf dasar ke + sandangan u + huruf nge + pemati vokal. Keanehan tersebut barangkali timbul akibat kerancuan bunyi bawaan ê pepet dan bunyi a atau kekeliruan pencatatan pada zaman dahulu.

Kamis, 16 November 2023

Melihat Kemiripan Aksara Hangeul dan Kawi

Sulit untuk membayangkan bahwa aksara Kawi dan Hangeul memiliki hubungan walaupun hanya sedikit saja. Keduanya berasal dari kebudayaan yang berbeda dan tidak memiliki keterikatan satu sama lain. Keduanya muncul di wilayah yang terpisah jauh dan memiliki sejarah perkembangan serta bentuk huruf dan bahasa yang berbeda pula.

Aksara Kawi dikenal sebagai sistem penulisan kuno yang digunakan secara meluas di Nusantara pada abad ke-8 hingga 16 Masehi, dengan prasasti dan naskah yang banyak ditemukan di Indonesia, Malaysia, Singapura, bahkan hingga Filipina; aksara pemersatu wilayah Nusantara pada zamannya. Hangeul, di sisi lain, adalah sistem penulisan yang dikembangkan di Korea selama abad ke-15 oleh Raja Sejong yang Agung dan para cendekiawan di istana Joseon. Hangeul dirancang sebagai aksara baru yang memudahkan orang untuk belajar membaca dan menulis, sebuah upaya untuk menggantikan aksara Tiongkok yang dianggap rumit dan tidak mudah dipelajari masyarakat luas.

Walaupun aksara Hangeul umumnya dianggap sebagai rekaan baru, terdapat satu pendapat bahwa aksara Hangeul sebenarnya mengambil sedikit ilham dari aksara Phagspa. Aksara ini dirancang oleh seorang biksu asal Tibet untuk Kekaisaran Yuan yang saat itu di bawah kekuasaan Mongol. Desainnya banyak terpengaruh oleh aksara Tibet yang merupakan salah satu anggota dari keluarga besar aksara-aksara Brahmi India. Oleh karena itu, sesungguhnya menjadi mungkin bagi kita untuk menarik garis keterhubungan antara aksara Hangeul di Semenanjung Korea dan aksara Kawi di Nusantara. Keduanya tidak sepenuhnya berasingan. Lihat bagan pohon di bawah ini untuk melihat kemungkinan hubungannya (karya Starkey Comics).

Beberapa huruf dalam aksara Hangeul dan Kawi memiliki kemiripan bentuk. Di antaranya pada huruf ra, da, ba, sa, ka, dan pa. Perlu dicatat, hal ini merupakan kemiripan umum yang hanya mengandalkan pengamatan visual semata, bukan pendapat berdasarkan keilmuan epigrafi atau semacamnya. Sedikit kemiripan ini akan memudahkan bagi pembaca aksara Hangeul dan aksara Kawi untuk mengenali aksara satu sama lain.

Sabtu, 01 Juli 2023

Empat Injil dalam Bahasa dan Aksara Batak Toba

Bahasa Batak Toba adalah salah satu bahasa dari rumpun bahasa Batak yang digunakan oleh suku-suku Batak yang tinggal di sekitaran wilayah Sumatera Utara, Indonesia. Bahasa ini termasuk ke dalam keluarga besar bahasa Melayu-Polinesia dan masih berkerabat dengan bahasa Sunda, Jawa, Bugis, Madura, dan ratusan bahasa lainnya di Nusantara.

Bahasa Batak Toba saat ini utamanya digunakan dalam percakapan sehari-hari dan nyanyian lagu-lagu tradisional suku Batak Toba. Bahasa ini juga digunakan dalam berbagai keperluan upacara adat dan ritual keagamaan suku Batak Toba. Meskipun demikian dalam keperluan tulis-menulis, bahasa Batak Toba beserta aksaranya saat ini sudah jarang digunakan karena bahasa Indonesia telah mengambil alih peran tersebut. Hal serupa juga dialami banyak bahasa daerah lainnya di Indonesia.

Walaupun tradisi tulis-menulis dalam bahasa dan aksara Batak mengalami kemunduran yang pesat, kita masih bisa menjumpai jejak-jejak tradisi tulisnya di jagat maya dalam bentuk berkas pindaian (scanned documents). Banyak di antara berkas-berkas ini merupakan digitalisasi dari buku-buku cetak berbahasa dan beraksara Batak dari abad ke-19. Ajaran kekristenan ialah tema utama dari sejumlah berkas-berkas yang masih lestari ini. Berikut antaranya empat Injil dalam bahasa dan aksara Batak.


Injil Markus
Injil Markus adalah salah satu dari empat Injil dalam Perjanjian Baru Alkitab Kristen. Injil ini ditulis oleh Markus, seorang pengikut Yesus Kristus dan juga seorang sahabat dekat Petrus. Injil Markus menyoroti pelayanan Yesus sebagai Mesias serta penderitaan-Nya dan pengorbanan-Nya. Markus menggambarkan Yesus sebagai seorang juru selamat yang kuat dan penuh kuasa, tetapi juga menekankan bahwa penderitaan dan kematian-Nya adalah bagian penting dari rencana penyelamatan Tuhan.

Injil Markus tersedia dalam bahasa dan aksara Batak Toba. Injil ini diterbitkan oleh Nederlandsch Bijbelgenootschap di Amsterdam pada 1867. Unduh berkasnya di sini.


Injil Matius
Injil Matius adalah salah satu dari empat Injil dalam Perjanjian Baru Alkitab Kristen. Injil ini ditulis oleh Matius, salah seorang dari dua belas murid Yesus Kristus. Injil Matius memiliki fokus yang kuat pada aspek pengajaran Yesus. Injil ini berisi sejumlah besar ajaran dan perumpamaan yang diajarkan oleh Yesus kepada pengikut-Nya. Selain itu, Injil Matius juga berisi berbagai peristiwa penting dalam kehidupan Yesus, seperti kelahiran-Nya, khotbah di bukit, mukjizat-mukjizat, peristiwa penyaliban, dan kebangkitan-Nya.

Injil Matius tersedia dalam bahasa dan aksara Batak Toba. Injil ini diterbitkan oleh Nederlandsch Bijbelgenootschap di Amsterdam pada 1867. Unduh berkasnya di sini.


Injil Lukas
Injil Lukas adalah salah satu dari empat Injil yang terdapat dalam Perjanjian Baru Alkitab Kristen. Injil ini ditulis oleh Lukas, seorang pengikut Yesus dan rekan rasul Paulus. Injil Lukas ditulis untuk memberikan narasi terperinci tentang hidup, pelayanan, kematian, dan kebangkitan Yesus Kristus.

Injil Lukas dalam bahasa dan aksara Batak Toba ini diterbitkan di Amsterdam pada 1859 oleh Nederlandsch Bijbelgenootschap. Unduh berkasnya di sini.


Injil Yohanes
Injil Yohanes adalah salah satu dari empat Injil Perjanjian Baru dalam Alkitab Kristen. Injil ini ditulis oleh Rasul Yohanes, salah satu murid Yesus. Injil Yohanes memiliki gaya penulisan bercerita yang unik dan menonjolkan ajaran-ajaran ketuhanan yang mendalam.

Dalam hal gaya penyampaian dan isi, Injil Yohanes berbeda dengan tiga injil lainnya, yakni Matius, Markus, dan Lukas yang sering disebut sebagai Injil Sinoptik. Injil ini berfokus pada pengajaran Yesus sebagai Anak Allah yang kekal dan penebus dosa umat manusia. Dalam Injil Yohanes, penekanan diberikan pada kehidupan dan ajaran Yesus, serta tanda-tanda mukjizat yang Ia lakukan untuk memperkuat kepercayaan kepada keilahian-Nya.

Injil Yohanes dalam bahasa dan aksara Batak Toba berikut diterbitkan di Amsterdam pada 1859. Unduh berkasnya di sini.


Sabtu, 24 Juni 2023

Fontasi Gratis Alternatif Times New Roman

Nama Times New Roman sangatlah kondang. Ia adalah fontasi yang banyak digunakan di beragam keperluan, khususnya percetakan buku, majalah, atau koran. Di Indonesia, karya tulis ilmiah seperti makalah, skripsi, tesis dan disertasi diwajibkan oleh banyak perguruan tinggi untuk ditulis dalam fontasi Times New Roman. Hal ini mungkin membuat sebagian orang jenuh, terutama dari segi estetis, bukan karena fontasi Times New Roman memiliki mutu teknis yang buruk, melainkan karena sudah terlampau terpaut dengan dunia akademik dengan pemakaian yang berulang-ulang.


Jika Anda memiliki keperluan menyetak buku atau poster dan ingin menggunakan fontasi sejenis Times New Roman, tetapi bukan Times New Roman, berikut beberapa alternatif fontasi gratis yang mungkin bisa Anda coba bahkan untuk keperluan komersial. 

Pilihan Klasik
Garamond
Fontasi Garamond adalah salah satu jenis huruf yang terkenal karena keindahan dan keanggunan desainnya. Namanya diambil dari perancangnya yang berkebangsaan Prancis, Claude Garamond. Fontasi ini memiliki karakteristik yang elegan dan proporsi yang khas, membuat mata pembaca nyaman berlama-lama menikmati buku.

Fontasi Garamond cocok digunakan untuk keperluan majalah, buku, dan materi cetak lainnya yang membutuhkan tampilan yang lebih formal dan tradisional. Kelebihannya terletak pada kemampuannya untuk mempertahankan kejelasan dan keterbacaan bahkan dalam ukuran yang kecil. Versi gratis dari fontasi Garamond, bernama EB Garamond, yang dirancang ulang oleh duo Georg Duffner dan Octavio Pardo dapat Anda unduh secara bebas di internet dan dapat digunakan secara komersil.

Versi gratis: EB Garamond
Keluarga fontasi: 10 ragam
Unduh di halaman Google Fonts

Baskerville
Fontasi Baskerville merupakan salah satu jenis huruf yang memiliki desain klasik dengan keterbacaan yang tinggi. Nama fontasi diambil dari nama pembuatnya, yaitu John Baskerville, seorang desainer huruf berkebangsaan Inggris abad ke-18.

Baskerville dikenal memiliki desain huruf dengan tebal tipis yang kentara. Tebal tipis yang kontras ini kemudian juga berimbas pada tampilan kait atau serif yang lebih mencolok dibandingkan fontasi-fontasi sejenis. Hal ini membuat tulisan dengan font Baskerville tampak tajam dan mudah dibaca baik dalam bentuk cetak maupun digital. Ketika digunakan pada keperluan yang sesuai, Baskerville mampu memberikan kesan yang berkelas dan mewah pada materi cetak, publikasi, atau desain visual apa pun. Salah satu versi gratis yang paling terkenal dari Baskerville dikembangkan oleh Impallari Type dengan judul Libre Baskerville.

Versi gratis: Libre Baskerville
Keluarga fontasi: 3 ragam
Unduh di halaman Google Fonts.

Caslon
Caslon adalah salah satu fontasi berkait klasik lainnya. Ia dikenal melalui slogan yang beredar luas di antara ahli cetak: “When in Doubt, Use Caslon” atau dalam bahasa Indonesia “Ketika Ragu-ragu, Gunakanlah Caslon”. Diciptakan oleh William Caslon pada abad ke-18, fontasi ini terbilang sukses karena diterapkan dalam banyak karya cetak pada masa itu. Salah satu yang paling dikenal adalah versi cetak dari Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat.

Caslon memiliki proporsi yang moderat. Hal ini membuatnya mudah dibaca dalam paparan teks yang panjang, cocok digunakan dalam penerbitan buku atau majalah. Selain itu, Caslon juga sangat cocok untuk judul atau subjudul karena memiliki detail yang cukup tajam. Penggunaan Caslon dalam desain grafis dan tipografi modern seringkali memberikan sentuhan nostalgia dan menghadirkan nuansa lampau yang terasa hangat dan ramah.

Versi gratis: Libre Caslon Text
Keluarga fontasi: 3 ragam
Unduh di halaman Google Fonts.

Pilihan Kontemporer
Alegreya
Alegreya adalah sebuah fontasi berkait yang enak dibaca dan berfungsi baik untuk beragam keperluan. Dikembangkan oleh desainer Juan Pablo del Peral pada 2011, fontasi ini memiliki keunikan dalam menggabungkan unsur-unsur konvensional dan eksperimental, sehingga menciptakan tampilan yang terkesan klasik dan modern secara bersamaan. Pendekatan yang digunakan fontasi Alegreya berbeda dengan fontasi-fontasi klasik layaknya Garamond atau Baskerville yang berkutat pada pakem dan tradisi. Fontasi Alegreya tidak bermaksud membelakangi tradisi, melainkan mengawinkannya dengan eksplorasi modern yang terkesan lebih santai dan menyenangkan. 

Salah satu ciri khas yang membuat Alegreya menonjol adalah efisiensi penggunaan ruang dalam desain dan kemampuannya untuk tetap mempertahankan kejelasan dan kelegaan huruf-hurufnya. Keluarga fontasinya yang besar juga dapat mendukung keperluan desain grafis Anda. Hal itu menjadikannya sebagai pilihan yang ideal untuk berbagai keperluan desain, mulai dari desain cetak seperti buku, majalah, dan brosur, hingga desain digital seperti situs web dan tampilan antarmuka. Alegreya juga memiliki ketinggian huruf yang cukup besar sehingga akan mudah dan enak dibaca pada layar komputer maupun perangkat seluler. Tampilannya yang unik akan membumbui karya desain Anda dan menjadikannya berbeda dengan yang lain.

Keluarga fontasi: 12 ragam
Unduh di halaman Google Fonts.

Roboto Serif
Roboto Serif adalah salah satu fontasi yang populer dan banyak digunakan dalam desain grafis dan tata letak modern. Font ini dikembangkan oleh Greg Gazdowicz dari Commercial Type sebagai bagian dari keluarga fontasi Roboto yang lebih besar. Roboto Serif memiliki kesan yang bersih, canggih, dan profesional, membuatnya cocok untuk berbagai keperluan desain masa kini.


Ketika digunakan dalam desain web, Roboto Serif juga memiliki keunggulan dalam hal kejelasan pada tampilan layar. Font ini dioptimalkan untuk tampil dengan baik di berbagai resolusi dan perangkat, memberikan pengalaman membaca yang nyaman bagi pengguna. Gabungan mutu kejelasan, gaya modern, dan fleksibilitas membuatnya cocok untuk berbagai keperluan desain Anda.

Keluarga fontasi: 12 ragam
Unduh di halaman Google Fonts.

Gupter
Gupter adalah sebuah fontasi rancangan Octavio Pardo yang menarik perhatian dengan desainnya yang unik dan modern. Fitur utama dari Gupter adalah inspirasi langsung dari Times New Roman, namun dibangun dalam proporsi yang ramping, sehingga bisa memuat lebih banyak teks untuk suatu ruang yang sama. Walaupun demikian, hal ini mungkin hanya cocok untuk keperluan tulisan yang lebih besar, seperti judul atau subjudul. Ketika diterapkan untuk keperluan teks yang panjang seperti paparan buku, mata pembaca mungkin akan lelah sebab harus bekerja lebih keras mengidentifikasi setiap hurufnya

Keluarga fontasi: 3 ragam
Unduh di halaman Google Fonts.

Merriweather
Jika Anda mencari sebuah fontasi yang memadukan keanggunan klasik dan kejelasan modern, Merriweather mungkin adalah jawabannya. Dirancang oleh Eben Sorkin, fontasi ini memancarkan pesona yang elegan dan memberikan kesan yang hangat serta ramah bagi para pembacanya. 

Merriweather adalah fontasi serbaguna yang cocok digunakan dalam berbagai konteks. Dalam pengaturan cetak, ia memberikan pesona klasik yang cocok untuk majalah, buku, dan materi promosi. Di dunia digital, Merriweather menawarkan kemudahan pembacaan pada layar dengan jelas dan tegas. Memiliki citra yang serba-bisa, fontasi ini dapat digunakan dalam judul, teks utama, atau bahkan bisa dieksplorasikan dalam ukuran raksasa dalam poster-poster tipografi. Merriweather adalah pilihan yang tepat bagi Anda yang mencari gaya fontasi yang bersahaja namun tetap anggun dan profesional.

Keluarga fontasi: 8 ragam
Unduh di halaman Google Fonts.

Gentium
Gentium dirancang oleh Victor Gaultney dari SIL International dengan menyeimbangkan kepentingan praktis dan estetis. Fontasi ini terbilang memiliki tinggi-x yang besar, sehingga mampu dibaca dengan lebih mudah dan nyaman. Rancangannya terinspirasi dari desain-desain yang humanis dengan sedikit sentuhan kaligrafis. Hal ini membuatnya tampak lembut dan akrab bagi mata yang melihatnya. 

Gentium memiliki kesan yang sederhana namun perhatian pada detail-detailnya patut diacungi jempol. Bentuk huruf yang konsisten dan mudah dikenali memastikan bahwa tulisan yang ditampilkan dengan fontasi Gentium tetap terbaca dengan jelas di berbagai ukuran dan resolusi. Dengan ciri-ciri ini, Gentium menjadi sebuah fontasi yang cocok untuk penggunaan yang luas, dari teks panjang seperti buku dan jurnal hingga pengaturan tampilan dengan ukuran kecil seperti keterangan khusus atau catatan kaki.

Keluarga fontasi: 4 ragam
Unduh di halaman Google Fonts

Catatan
Contoh-contoh tulisan dalam artikel ini menggunakan petikan-petikan Gurindam Dua Belas Raja Ali Haji.

Sabtu, 13 Mei 2023

Aksara Nusantara di Sinema Indonesia

Aksara-aksara Nusantara mulai mendapatkan panggung dalam sinema tanah air. Mulai banyak film dalam negeri menampilkan aksara-aksara Nusantara dalam adegan mereka untuk mendukung tata artistik ataupun materi desain grafis yang diedarkan untuk keperluan promosi. Film yang menampilkan aksara Nusantara umumnya terbagi dua, yakni film yang merekontruksi sejarah masa lalu, seperti biopik, dan film masa kini/film yang waktunya tidak terlalu dijelaskan tetapi memerlukan aksen aksara Nusantara sebagai penguat penokohan, konteks penceritaan, atau sekedar keputusan tata artistik.

Pembuatan film sejarah umumnya memang harus sadar bahwa keadaan lanskap bahasa-aksara pada zaman dahulu tidaklah sama dengan zaman kini dan suatu tempat tidaklah sama dengan suatu tempat yang lain. Susur waktu sederhana yang bisa dijadikan sebagai pegangan sebagaimana yang dituturkan dalam buku-buku sejarah umum mencakup:

  • Zaman Nirleka (tanpa aksara)
  • Zaman Hindu-Buddha (aksara Pallawa dan Kawi)
  • Zaman Peralihan dan Islamisasi (aksara Nusantara, Jawi-Pegon)
  • Zaman Penjajahan Belanda (aksara Latin, Jawi-Pegon, Nusantara)
  • Zaman Penjajahan Jepang (aksara Latin, Jawi-Pegon, Nusantara, Jepang)
  • Zaman Indonesia (aksara Latin, sedikit Jawi-Pegon dan Nusantara)

Sebagai contoh, film berlatar wilayah Jawa pada abad ke-19 bisa menampilkan aksara Jawa untuk bahasa Jawa, aksara Latin untuk bahasa Belanda/Melayu, dan aksara Jawi untuk Melayu, sedangkan aksara Pegon untuk bahasa Jawa bisa ditampilkan ketika menggambarkan lingkungan pesantren. Hal tersebut termasuk padu padan yang lumrah pada waktu tersebut. Di lain sisi contoh yang kurang sesuai misalnya, menampilkan aksara Sunda Baku untuk film berlatar tahun 1940-an adalah keputusan yang kurang tepat, karena aksara Sunda Baku baru disahkan pada 1990-an dan penggunaanya mulai digencarkan setelah itu. Detail-detail seperti itu harus diperhatikan ketika menyusun sebuah film sejarah. Bahkan, pada penggarapan yang lebih cermat, gaya tulisan (seperti gaya huruf pada fontasi) juga dipertimbangankan matang-matang.

Film yang menampilkan latar masa kini atau waktunya tidak dijelaskan juga dapat menampilkan aksara Nusantara. Perlu diketahui, alasan-alasan dimunculkannya aksara Nusantara pada film-film tersebut tidak selalu memerlukan basis sejarah yang kuat, mengingat dunia yang diceritakan dalam film-film ini ialah rekaan fiksi; sesederhana ingin memberi aksen pada tata artistik sudah cukup bisa menjadi alasan yang masuk akal untuk menambahkan aksara Nusantara. Alasan lainnya, aksara Nusantara biasa digunakan untuk memperkuat konteks budaya tertentu, misalkan menampilkan aksara Lontara pada latar budaya Sulawesi Selatan. Film-film horor yang mengisahkan ilmu hitam tradisional juga sering dihiasi aksara Nusantara. Dalam hal ini, penggunaan aksara Nusantara menjadi agak problematis. Hal tersebut memberikan kesan buruk terhadap penggunaan aksara Nusantara, karena aksara yang sudah terancam punah itu malah dikait-kaitkan dengan dunia perdukunan, klenik, dan setan. Sebagai contoh, pada tahun 2018, sinetron Kun Fayakun episode 47 menampilkan tulisan beraksara Bali pada tubuh seseorang sebagai rajah yang dibuat oleh iblis. Hal tersebut sangatlah tidak sensitif. Supaya yang demikian itu tidak terulang, sebaiknya aksara-aksara yang digunakan dalam hal ini ialah aksara imajinatif yang dibuat secara khusus sehingga tidak menyinggung kebudayaan tertentu.

Sang Pencerah (2010)
Film biopik tentang tokoh pendiri Muhammadiyah, Ahmad Dahlan, bertabur aksara non-Latin, khususnya aksara Pegon dan aksara Jawa. Hal ini sesuai dengan latar waktu yang kala itu memang menggunakan tiga aksara sekaligus, yakni Latin, Jawa dan Pegon. Sorotan lebih besar yang diberikan kepada aksara Pegon juga sesuai dengan film yang menceritakan santri dan lingkungan keagamaan Islam.


Kartini (2017)
Ibu kandung dari Kartini, Ngasirah, mengajarkan aksara Jawa kepada Kartini untuk menulis kata “Trinil”, nama kecil Kartini. Akan tetapi, penggunaan aksara Latin untuk membantu pembacaan aksara Jawa di sini mungkin tidak diperlukan, selain karena penulisannya jadi tumpang tindih, pembacaannya juga sudah cukup dilisankan saja.


Parakang (2017)
Film horor ini mengangkat mitos manusia jadi-jadian/siluman populer di masyarakat Sulawesi, yaitu Parakang. Film ini tergolong unik karena sejauh pengamatan, tidak ada kemunculan aksara Lontara sebagai pelengkap tata artistik film (dibubuhkan langsung pada benda tertentu), melainkan ditambahkan kemudian pada sari kata (subtitle) berbahasa Makassar dan keperluan grafis lainnya, seperti pada poster.


Yowis Ben (2018)
Film ini sebenarnya tidak memiliki adegan beraksara Jawa sama sekali (sejauh pengamatan yang dilakukan). Akan tetapi, film ini perlu dan layak untuk disebutkan karena memiliki sejumlah video musik di Youtube yang disertai dengan aksara Jawa. Musik-musik tersebut dipublikasikan pada tahun 2019, menyambut peluncuran Yowis Ben 2.



DreadOut (2019)
Film horor fantasi ini menampilkan aksara Sunda. Tulisan misterius beraksara Sunda tergambar pada permukaan lantai, mengelilingi suatu gambar ular memakan ekornya sendiri (ouroboros) yang menyimpul membentuk trikuetra. Selain itu, naskah-naskah kuno beraksara Sunda juga dapat ditemukan pada film ini.



Gundala (2019)
Salah satu tokoh antagonis, Ghani, masuk ke sebuah ruangan, pada lantainya tergambar aksara Jawa cukup besar. Tak hanya itu, di salah satu dindingnya juga terukir aksara Jawa. Di dinding tersebut, Ki Wilawuk kemudian bangkit dari kematiannya. Sayangnya, aksara Jawa modern yang ditampilkan dalam film ini disebut “Aksara Jawa Kuno”. Padahal aksara Jawa modern dan aksara Jawa Kuno memiliki perbedaan yang cukup besar, sehingga pembaca aksara Jawa tidak mampu membaca aksara Jawa Kuno tanpa mempelajarinya dengan seksama.



Perempuan Tanah Jahanam (2019)
Aksara Jawa muncul dalam film Perempuan Tanah Jahanam dalam wujud jimat berupa gulungan kertas kecil yang dimasukkan ke dalam sayatan paha. Adegan ini muncul di bagian awal dan akhir film, dan menjadi salah satu unsur penting yang membangun cerita. 

Losmen Bu Broto (2021)
Aksara Jawa digunakan pada plakat Losmen Bu Broto sepanjang film. Meskipun berukuran kecil, tetapi aksara Jawa yang digunakan ditulis dengan cukup benar. Orang yang tidak terbiasa dengan aturan aksara Jawa mungkin akan menggunakan taling tarung pada bagian “Broto”-nya. Plakat beraksara Jawa ini juga digunakan untuk keperluan publikasi, seperti poster film dan materi promosi digital.

Lara Ati (2022)
Film drama komedi ini menampilkan aksara Jawa ketika adegan tokoh utama menyanyikan sebuah lagu. Aksara Jawa ditampilkan sebagai sari kata dari lirik lagu berbahasa Jawa. Penyajian tipografinya memperlihatkan gerak yang luwes sehingga presentasi aksara Jawanya tampak lebih menarik.



Gatotkaca (2022)
Film adiwira Gatotkaca menampilkan aksara Jawa Kuno atau aksara Kawi yang terukir di medali Brajamusti. Medali ini mampu membuat Gatotkaca menjadi manusia super dengan berbagai kekuatan. Walaupun demikian, tidak disebutkan aksara tersebut sebagai aksara Kawi atau aksara Jawa Kuno, melainkan disebut hanya sebatas "aksara Jawa" saja. Hal itu sebenarnya lebih mengarah ke model aksara masa kini yang telah memiliki rupa yang cukup berbeda dari aksara Jawa Kuno alias aksara Kawi.



Sri Asih (2022)
Aksara Sunda muncul pada salah satu adegan ketika Kala dan Sri Asih mengumpulkan petunjuk. Rentetan angka-angka Sunda ini entah bagaimana bisa menunjukkan sebuah lokasi. Sayangnya, lambang-lambang angka dalam aksara Sunda ini secara keliru disebut sebagai “Aksara Jawa Kuno” dalam film ini, padahal keduanya merupakan aksara yang berlainan.


Kembang Api (2023)
Kata “Urip iku Urup” dalam aksara Latin dan aksara Jawa ditampilkan menghias sebuah bola kembang api yang akan diledakkan. Meski ditulis dengan benar, tetapi mungkin lebih baik jika setiap baris ditulis selesai, maksudnya, kata ‘urip’ di baris pertama diberi pangkon, sehingga kata ‘urip’ tidak salah dibaca ‘uripa’.

Mantra Surugana (2023)
Film bergenre horor ini mengangkat kisah mistis Sunda. Aksara Sunda dalam film ini dimanfaatkan cukup mendalam untuk membangun keaslian tradisi ilmu hitam Sunda Kuno, sehingga film ini memiliki cukup banyak kemunculan aksara Sunda. Aksara Sunda muncul dalam bentuk sebuah naskah atau kitab kuno tulisan tangan yang mampu membangkitkan iblis. Selain itu, aksara Sunda juga dibubuhkan pada materi promosi film, seperti poster, spanduk, dan kaos.

____________________________

Daftar film di atas masihlah belum lengkap. Anda bisa membantu memberi tahu film lainnya lewat kolom komentar. Semoga semakin banyak film Indonesia yang memanfaatkan aksara Nusantara dalam pengembangan rancangan sinema mereka.